Cak Nun dikenal sebagai seorang penyair, budayawan, dan pengasuh Majelis Maiyah, sebuah komunitas yang menggabungkan pengajian dengan seni. Kariernya di dunia sastra dimulai pada 1970 saat ia menjadi pengasuh Ruang Sastra di harian Masa Kini, Yogyakarta.
Kariernya berkembang pesat dengan menjadi wartawan dan redaktur di harian yang sama pada 1973-1976. Selain itu, ia juga memimpin Teater Dinasti dan menjadi pengelola Grup Musik Kyai Kanjeng, yang dikenal sebagai kelompok musik dengan perpaduan tradisional dan modern yang khas.
Cak Nun juga menjadi penulis puisi dan kolumnis di beberapa media, memberikan kontribusi besar terhadap dunia sastra Indonesia.
Cak Nun tidak hanya dikenal karena karya-karyanya dalam sastra dan musik, tetapi juga karena pengaruhnya dalam dakwah Islam. Melalui Majelis Maiyah, Cak Nun mengajak umat untuk mendalami ajaran Islam dengan cara yang lebih santai namun tetap mendalam.
Ia juga dikenal dengan pengajiannya yang memadukan antara seni dan agama, menciptakan sebuah ruang bagi umat untuk lebih memahami spiritualitas dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai seorang tokoh keagamaan yang memadukan ilmu agama dan seni, Cak Nun sering mendapat julukan manusia multidimensi.