Sebelum Hari Waisak diakui secara resmi sebagai hari libur nasional, umat Buddha di Indonesia sebenarnya telah merayakannya secara terbatas, terutama di kalangan masyarakat Tionghoa dan etnis lain yang memeluk agama Buddha.
Pasalnya, di masa-masa awal kemerdekaan, agama Buddha belum diakui secara resmi oleh pemerintah Indonesia.
Pemerintah baru mengakui secara resmi bahwa Buddha merupakan salah satu agama sah di Indonesia pada tahun 1954
Pengakuan tersebut diperkuat dengan berdirinya organisasi-organisasi umat Buddha, seperti Perbuddhi (Persatuan Umat Buddha Indonesia) pada tahun 1955, serta WBI (Warga Buddha Indonesia) yang kemudian menjadi bagian dari WALUBI (Perwakilan Umat Buddha Indonesia).
Akhirnya, pada tahun 1983, pemerintah Indonesia secara resmi menetapkan Hari Raya Waisak sebagai salah satu hari libur nasional.
Penetapan ini berlangsung di masa pemerintahan Presiden Soeharto, saat pemerintah mengakui lima agama utama di Indonesia, yaitu Islam, Katolik, Protestan, Hindu, dan Buddha.
Dasar hukum penetapan Hari Waisak sebagai hari libur nasional dituangkan dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri, yaitu Menteri Agama, Menteri Tenaga Kerja, dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara.
SKB ini menjadi pedoman resmi dalam menetapkan tanggal-tanggal merah untuk hari besar keagamaan di Indonesia, termasuk Waisak.
Perlu diketahui, tanggal perayaan Waisak tidak tetap setiap tahunnya. Penetapannya mengacu pada kalender lunar Buddhis, yakni saat bulan purnama atau purnama sidhi di bulan Waisak (Vesakha).
Baca Juga: 13 Mei 2025 Libur Apa? Simak Peraturan Menurut Keputusan SKB 3 Menteri
Inilah alasan mengapa Hari Waisak bisa jatuh di tanggal yang berbeda tiap tahunnya dalam kalender Masehi.