3. Sering Menjadikan ‘Introvert’ sebagai Alasan Menghindar
Introvert bukan berarti menolak bersosialisasi. Namun, jika seseorang terus-menerus memakai label introvert sebagai dalih untuk menghindari kerja tim, tanggung jawab sosial, atau komunikasi penting, bisa jadi itu sekadar tameng dari sikap tidak kooperatif.
Mengutip dari Psychology Today, psikolog klinis Dr. Michael Alcée menegaskan bahwa kepribadian bukan alasan untuk menghindari keterampilan sosial yang sehat.
4. Nongkrong Aktif, Tapi Bilang Lebih Suka Sendiri
Ambivert, gabungan antara introvert dan ekstrovert, sering keliru dilabeli sebagai introvert. Padahal, orang yang suka berkumpul tapi masih butuh waktu sendiri bukan berarti sepenuhnya introvert.
Jika seseorang sangat menikmati interaksi sosial tapi tetap bersikukuh bahwa dirinya introvert, bisa jadi ia hanya ingin terlihat ‘misterius’ atau ‘deep’ di mata orang lain.
5. Punya FOMO (Fear of Missing Out) Berlebihan
Introvert cenderung fokus ke dalam dan tidak mudah terpengaruh oleh tren sosial. Sebaliknya, seseorang yang takut ketinggalan gosip, tren TikTok, atau ajang sosial lainnya, lebih mencerminkan ciri ekstrovert atau individu yang sangat bergantung pada validasi sosial.
Menurut Journal of Behavioral Addictions, FOMO yang tinggi cenderung muncul pada orang-orang dengan kebutuhan akan keterlibatan sosial, kebalikan dari introversi.
Baca Juga: Energi Sosial Habis, 8 Alasan Orang Butuh Me Time Seharian Setelah Bersosialisasi
6. Gelisah Saat Sendirian