Jika seseorang sangat menikmati interaksi sosial tapi tetap bersikukuh bahwa dirinya introvert, bisa jadi ia hanya ingin terlihat ‘misterius’ atau ‘deep’ di mata orang lain.
5. Punya FOMO (Fear of Missing Out) Berlebihan
Introvert cenderung fokus ke dalam dan tidak mudah terpengaruh oleh tren sosial. Sebaliknya, seseorang yang takut ketinggalan gosip, tren TikTok, atau ajang sosial lainnya, lebih mencerminkan ciri ekstrovert atau individu yang sangat bergantung pada validasi sosial.
Menurut Journal of Behavioral Addictions, FOMO yang tinggi cenderung muncul pada orang-orang dengan kebutuhan akan keterlibatan sosial, kebalikan dari introversi.
6. Gelisah Saat Sendirian
Menurut The Myers-Briggs Company, introvert sejati merasa terisi kembali saat sendirian. Tapi jika seseorang merasa bosan, gelisah, atau bahkan cemas ketika tidak berinteraksi dengan orang lain, itu bisa jadi tanda bahwa kepribadiannya tidak sejalan dengan introversi, meskipun ia mengakuinya.
7. Gunakan Label Introvert untuk Menolak Kritik
Terkadang, seseorang mengatakan “aku introvert” saat mereka menghindari kritik, evaluasi, atau bahkan konflik.
Mengutip Verywell Mind, sikap ini merupakan bentuk emotional masking—menyembunyikan sikap defensif atau ketidaksiapan menghadapi kenyataan dengan menggunakan label psikologis. Hal ini tidak sehat, apalagi jika jadi alasan untuk tidak berkembang secara sosial maupun emosional.
Baca Juga: Energi Sosial Habis, 8 Alasan Orang Butuh Me Time Seharian Setelah Bersosialisasi
Introvert, ekstrovert, maupun ambivert bukanlah label yang bisa dipakai sesuka hati tanpa pemahaman yang tepat. Jika seseorang terlalu sering menggunakan “introvert” sebagai identitas pelindung tanpa konsistensi dalam sikap dan perilaku, bisa jadi itu tanda bahwa mereka hanya bersembunyi di balik istilah populer.
Yang terpenting bukan soal label, tapi bagaimana kita bisa bersikap otentik, terbuka, dan berkembang sebagai pribadi yang sehat secara emosional dan sosial.