Bupati Pati Sudewo mengatakan alasan utama yang dikemukakan adalah PBB di Pati tidak pernah mengalami kenaikan selama 14 tahun. Akibatnya, NJOP yang menjadi dasar perhitungan menjadi sangat usang dan tidak lagi mencerminkan harga pasar properti saat ini.
Ketika NJOP disesuaikan secara drastis setelah 14 tahun, lonjakan nilai pajak yang harus dibayar pun menjadi tak terhindarkan.
Sudewo membandingkan pendapatan PBB Pati yang hanya Rp 29 miliar dengan kabupaten tetangga seperti Jepara (Rp 75 miliar) dan Kudus (Rp 50 miliar), padahal wilayah Pati lebih luas.
Menurutnya, dana dari kenaikan PBB ini direncanakan untuk membiayai kebutuhan mendesak, seperti perbaikan infrastruktur jalan dan pembenahan fasilitas RSUD RAA Soewondo.
Kenaikan "250%" ini kemungkinan besar bukan pada tarifnya (yang dibatasi 0,5%), melainkan pada nilai akhir pajak yang harus dibayar sebagai akibat dari penyesuaian NJOP yang sangat signifikan setelah sekian lama stagnan.