Suara.com - Partai Persatuan Indonesia (PPP) kubu Ketua Umum Suryadharma Ali (SDA) dan kubu Wakil Ketua Umum Emron Pangkapi kini islah lagi.
Kedua tokoh sempat berkonflik sampai terjadi pecat memecat. Kasus itu terjadi setelah SDA bermanuver dengan mendukung Prabowo Subianto menjadi calon presiden.
Pada waktu itu, kubu Emron menganggap langkah politik SDA tidak sesuai dengan hasil Mukernas II di Bandung, 7-9 Februari 2014. Hasil Mukernas adalah PPP hanya memunculkan tujuh nama untuk bakal calon presiden. Ketujuh nama tersebut adalah SDA, mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo, Bupati Kutai Timur Isran Noor, Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsuddin, Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Jimly Asshiddiqie, dan politisi Partai Kebangkitan Bangsa Khofifah Indar Parawansa.
Konflik di internal PPP memberikan hikmah di dunia politik.
Menurut politisi senior Partai Golongan Karya (Golkar) Zainal Bintang hikmah yang dapat dipetik dari balik konflik PPP adalah seorang ketua umum partai tidak boleh otoriter atau tidak boleh berjalan sendiri dengan menafikan aturan main partai (konstitusi).
"Artinya, konflik PPP membuktikan bahwa dalam politik tidak ada yang bernama 'harga mati,'" kata Wakil Ketua Dewan Pertimbangan DPP Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (MKGR) ini kepada suara.com, Jumat (25/4/2014).