Ternyata Masih Ada Lima Kabupaten yang Tak Bisa Gelar Pemilu

Siswanto Suara.Com
Sabtu, 10 Mei 2014 | 15:05 WIB
Ternyata Masih Ada Lima Kabupaten yang Tak Bisa Gelar Pemilu
Pemungutan suara ulang di Serang, Banten, Minggu (13/4). [Antara/Asep Fathulrahman]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) memang sudah mengumumkan rekapitulasi penghitungan suara hasil Pemilu Legislatif 2014, namun ternyata masih ada lima KPU tingkat kabupaten yang bermasalah dan tidak bisa menyelenggarakan pemilu.

Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Daniel Zuchron mengatakan lima KPU tingkat kabupaten yang bermasalah itu juga masuk dalam pleno rekapitulasi penghitungan suara nasional yang dilaksanakan Jumat (9/5/2014) malam.

"Dari hasil rekapitulasi bahwa tidak semua KPU kabupaten bisa menyelenggarakan pemilu. Seperti kasus Nias Selatan tidak mampu melaksanakan pemilu. Oleh karena itu, Bawaslu menonaktifkan sementara Ketua KPU Nias Selatan. Masih ada daerah lain lagi, seperti Musi Rawas, Halmahera Selatan, Timor Tengah Selatan, dan Mamuju," kata Daniel dalam diskusi bertajuk 'Rekapitulasi Pemilu, Sentilan Buat KPU' di Warung Daun Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (10/5/2014).

Kendati kabupaten-kabupaten tersebut tidak dapat melaksanakan pemilu, KPU pusat tetap membuat keputusan.

"Tidak bisa, tapi tetap ditetapkan karena itu adalah sebuah kabupaten. Namun, pengesahan tersebut penuh dengan persyaratan. KPU memang terdesak memutuskan secara nasional, tapi tetap sah, sepanjang tidak ada yang menilai untuk mengubah hasil dari pemilu kita," kata Daniel.

Sebelumnya, Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TEPI) Jerry Sumampouw menilai lembaga KPU dan Bawaslu tidak konsisten menjalankan mekanisme rekapitulasi penghitungan suara hasil Pemilu Legislatif yang sudah ditetapkan.

“Mereka itu membuat mekanisme sejak awal yang di bagian akhir tidak konsisten karena terlalu banyak kompromi, mungkin juga bukan asal-asalan. Tapi, maksud saya ada hal-hal yang di awal-awal itu menjadi penting, di bagian akhir sudah nggak dianggap penting lagi, karena mengejar waktu. Itu yang saya bilang, mekanismenya nggak konsisten,” kata mantan Koordinator Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) itu.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI