DPR Kekang KPK Lewat Revisi Undang-undang

Rabu, 07 Oktober 2015 | 06:03 WIB
DPR Kekang KPK Lewat Revisi Undang-undang
KPK
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Lalu, pada pasal 13 c draf RUU ini, "KPK melakukan penyidikan di mana ditemukan kerugian negara dibawah 50.000.000.000 (lima puluh miliar rupiah), maka wajib menyerahkan tersangka dan berkas perkara beserta alat bukti dan dokumen lain yang diperlukan kepada kepolisian dan kejaksaan dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kerja, terhitung sejak tanggal diterimanya permintaan KPK."

Sedangkan, dibanding dengan Pasal 11 UU nomor 30/2002 tentang KPK, disebutkan penyidikan KPK dilakukan karena menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp 1.000.000.000 (satu miliar rupiah).

Selanjutnya, pada pasal 14 draf RUU ini, huruf KPK diperbolehkan "melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan setelah ditemukan bukti permulaan yang cukup dengan izin Ketua Pengadilan Negeri."

Jika dibanding dengan UU 30/2002 tentang KPK pasal 12, KPK diperbolehkan melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan tanpa izin dari siapapun.

Pada BAB IV tentang Kedudukan, Tanggungjawab dan Susunan Organisasi, di pasal 22 point (1) huruf b, draf RUU ini disebutkan, jabatan untuk "Dewan Eksekutif yang terdiri dari 4 anggota".

Jabatan ini diterangkan dalam draf RUU ini memiliki tugas menjalankan pelaksanaan tugas sehari-hari lembaga KPK dan melaporkannya ke komisioner KPK. Dewan eksekutif ini diajukan oleh Pansel KPK dan dibentuk KPK yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.

Jabatan ini tidak ada dalam UU 30/2002 tentang KPK. Dalam UU itu, hanya menerangkan jabatan Tim Penasehat yang terdiri dari empat orang. Tim ini, dalam UU tersebut, memiliki tugas sebagai memberikan

Kemudian, pada pasal 30 draf ini, pimpinan KPK harus berumur sekurang-kurangnya 50 tahun dan setinggi-tingginya 65 tahun. Hal ini berbeda dengan pasal 29 UU 30/2002 tentang KPK yang berumur sekurang-kurangnya 40 tahun dan setinggi-tingginya 65 tahun.

Selain itu, dalam pasal 39 draf UU ini, berbunyi, "dalam melaksanakan tugas dan penggunaan wewenanganya KPK maka dibentuk Dewan Kehormatan". Dewan Kehormatan ini bersifat ad hoc terdiri dari 9 anggota yaitu 3 unsur dari pemerintah, 3 unsur aparat penegak hukum, dan 3 dari unsur masyarakat. Ketentuan Dewan Kehormatan diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Kemudian, pada pasal 42 draf UU ini, berbunyi, "KPK berwenang mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan dalam perkara tindak pidana korupsi setelah diketahui tindak pidana korupsi yang sedang ditanganinya tersebut tidak memebuhi syarat untuk dilanjutkan ke tahap penuntutan sebagaimana diatur pada 109 ayat(2) KUHP."

Dalam draf ini, pada BAB VI bagian penuntutan disebutkan penuntut KPK pada pasal 53, adalah "Jaksa yang berada dibawah lembaga Kejaksaan Agung RI yang diberi wewenang oleh kuhap untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim." Penuntut ini jaksa penuntut umum.

Sedangkan dalam BAB VI bagian Penuntutan pasal 51 UU 30/2002 tentang KPK disebutkan, penuntut adalah penuntut umum pada KPK diangkat dan diberhentikan oleh KPK.

Dan, diakhir draf UU ini, pada pasal 73 ditegaskan kembali soal keberadaan KPK. Pada pasal ini, disebutkan 'UU ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan dan berakhir setelah 12 tahun sejak diundangkan"

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI