Suara.com - Tak banyak yang tahu rumah singgah transgender jompo di Gang Golf, Pancoran Mas, Depok, Jawa Barat. Di rumah inilah delapan waria lanjut usia tinggal.
Ketika memasuki rumah berlantai dua, tamu akan melihat piala-piala dan foto-foto waria di berbagai kegiatan. Di salah satu bagian rumah, terdapat sofa.
Rumah singgah waria jompo dibentuk oleh Ketua Forum Komunitas Waria Indonesia Yulianus Rettoblaut atau akrab disapa Mami Yuli pada 2010.
Di tempat itu selama ini telah membina 831 waria. Mereka mendapatkan pengalaman hidup yang jauh lebih nyaman. Jauh dari diskriminasi. Di sana, semua anggota keluarga diperlakukan seperti keluarga.
Hal itu dirasakan betul oleh waria bernama Yopi Uktolsye (73) atau akrab disapa Oma Yoti.
Ketika ditemui Suara.com, Oma Yoti sangat terbuka. Dia menceritakan kisah hidupnya selama menjadi waria. Dia pernah diusir ayahnya tahun 1960.
Wajah Oma Yoti terlihat sedih ketika bercerita. Dia dibuang keluarga setelah tertangkap basah berpelukan dengan asisten sang ayah. Ayah Oma Yoti seorang anggota polisi dan memiliki pendirian tegas.
"Orang tuaku ngira aku laki-laki. Jadi waktu itu kami peluk-pelukan saja sama cowok itu (teman sang ayah). Mamaku lihat, bapakku lihat aku ketahuan (berpelukan di tempat tidur) aku langsung dipukul pakai sapu lidi dan disuruh pergi, apalagi kita orang Ambon kan keras," katanya sambil berlinang air.
Oma Yoti pun pergi hanya membawa pakaian yang dikenakannya. Ia pun memutuskan hijrah ke Jakarta.
Di Ibu Kota, dia bertemu penjual makanan di kolong jembatan. Sejak itu, dia benar-benar menjadi seorang waria secara terang-terangan.
"Untungnya aku ketemu ibu-ibu di Jatinegara, yang menawarkan tinggal bersama sambil mendapat pekerjaan seraya membantu menjual gorengan," katanya.
Selama hidup di kolong jembatan, dia bertemu waria lainnya. Waria tersebut menawarkan kepada Oma Yoti untuk bergabung.
Kalau dihitung-hitung, sampai sebelum masuk ke rumah singgah, Oma Yoti sudah 31 hidup di jalanan.
Selama itu, dia pernah pergi berbagai daerah, Papua, bahkan pernah diajak ke Malaysia dan Singapura.
"Di Papua awalnya jadi tukang masak, tapi kembali lagi terpaksa menjadi waria pinggir jalan. Di luar negeri, awalnya saya dan teman niat mencari kerja halal, malah tergiur kembali menjadi waria pinggir jalan," kata Oma Yoti.
BERITA TERKAIT
Di Komunitas Ini Para Waria Memperjuangkan Haknya
16 Januari 2016 | 14:17 WIB WIBREKOMENDASI
TERKINI