Suara.com - Penangkapan Ketua Pengadilan Negeri (PN) Kepahiang, Bengkulu sekaligus hakim tindak pidana korupsi (Tipikor) Janner Purba bersama dua rekannya hakim adhoc PN Bengkulu Toton dan panitera PN Bengkulu Badaruddin Amsori Bachsin alias Billy pada Senin (23/5) menambah panjang daftar penegak hukum yang dijaring KPK.
"Kita akan melakukan bersama sama pembenahan terhadap situasi kelembagaan. Tentu saja dengan kewenangan masing-masing karena kami sudah dalam pengawasan etik kemudian KPK dalam pemberantasan tipikor tapi dengan tetap menjaga martabat hakim," kata Ketua Komisi Yudisial Aidul Fitriciada Azhari di gedung KPK Jakarta, Selasa (24/5/2016).
Aidul datang bersama dengan Komisioner KY Farid Wajdi datang ke KPK pasca penangkapan hakim Janner dan Toton yang menjadi bagian wewenanang pengawasan KPK.
Penangkapan Janner tersebut memang hanya berselang sebulan dari penangkapan panitera/sekretaris PN Jakarta Pusat Edy Nasution yang diduga juga terkait dengan penerimaan suap pengajuan permohonan Peninjauan Kembali (PK).
Hal ini tentu mencoreng citra lembaga peradilan yang seharusnya menjadi lembaga terhormat bagi masyarakat mencari keadilan.
"Bagi para oknum hakim, berhenti merusak citra peradilan, pilihlah satu dari dua, berhenti melakukan pelanggaran atau mengundurkan diri sebagai Hakim. Hakim adalah wakil tuhan, profesi yang mulia, dan orang-orang pilihan, sehingga harus mampu menunjukkan sikap keteladanan dalam semua aspek kehidupannya," kata Juru Bicara KY Farid Wajdi.
Menurut Wajdi, deretan peristiwa ini menunjukkan bahwa hakim harus lebih profesional dan menjaga integritas tanpa kecuali dalam menjalankan tugas.
"Persepsi dan kepercayaan publik diperkirakan akan terus menurun dengan berulangnya kejadian serupa," tambah Farid.
Upaya perbaikan? Dalam catatan KY sejak Januari hingga Mei 2016 sudah sekitar 11 aparat pengadilan yang terdiri atas tiga pejabat pengadilan dan delapan hakim yang kasusnya muncul ke publik atau media, belum lagi yang tidak terjangkau publikasi.
"Menindaklanjuti hal ini, KPK mendesak Mahkamah Agung (MA) agar lebih terbuka dalam proses pembenahan internal demi mencegah terulangnya kejadian serupa menjadi semakin relevan," ungkap Farid.
Menurut Farid, pengawasan tidak ditujukan untuk tujuan merusak, tetapi justru untuk mengembalikan kepercayaan publik yang telah semakin terpuruk.
"Harus ada langkah progresif dari aspek internal MA untuk melakukan evaluasi dalam rangka menjaga kehormatan dan martabat peradilan," tambah Farid.
KY secepatnya juga akan mengambil langkah konstruktif dengan melakukan koordinasi dengan KPK dan MA untuk dilanjutkan dengan langkah-langkah yang bisa diambil sesuai dengan kewenangan konstitusional yang dimiliki.
"Termasuk di dalamnya lebih memperketat pengawasan dan internalisasi kode etik kepada para hakim serta perbaikan sistem promosi dan mutasi," ungkap Farid.
Dari data KPK sepanjang 2005-2016, sudah ada 41 aparat penegak hukum yang melakukan atau terkait dengan perbuatan korupsi, termasuk tiga orang yang baru ditangkap KPK. Berikut adalah nama para aparat penegak hukum dan kasus yang mereka lakukan: