Suara.com - Penyidik Bareskrim Polri mempunyai alasan tidak melakuka penahanan terhadap Gubernur DKI Jakarta non aktif Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) meski telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penistaan agama.
Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan selama dalam proses penyelidikan, Ahok dianggap kooperatif saat dimintai keterangan.
"Yang bersangkutan cukup kooperatif saat mau dipanggil, dia malah datang sendiri," kata Tito di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (16/11/2016).
Tito mengatakan penyidik juga tidak ada kekhawatiran untuk menahan Ahok, karena Ahok saat ini mencalonkan diri maju di Pilkada DKI Jakarta 2017. Penyidik, kata Tito hanya melakukan upaya cekal bepergian ke luar negeri.
"Ketiga posisi calon Pilkada dan cuti gubernur jadi kecil buat lari tapi antisipasi putuskan cekal mohon maaf misalkan kluar negeri polisi disalahkan," kata dia.
Mantan Kapolda Metro Jaya menilai berdasarkan salah satu pasal di KUHP tidak mengharuskan tersangka yang terancam hukuman penjara lima tahun untuk dilakukan penahanan.
"UU kita KUHP kita pasal 21 ayat 4 tahun 1981 tidak mengatakan setiap kasus yang diancam hukum lima tahun harus dilakukan penahanan yang dikatakan dapat dilakukan penahanan tapi memenuhi syarat objekjif dan subjektif," kata Tito.
Tito melanjutkan, tidak ada urgensi dari penyidik untuk melakukan penahanan terhadap Ahok. Karena barang bukti telah dikantongi oleh penyidik dari awal penyelidikan kasus tersebt.
"Barang bukti dan video sudah disita dari awal," kata dia.
Ahok ditetapkan sebagai tersangka lantaran dianggap telah melanggar Pasal 156 a KUHP tentang penistaan agama dan Pasal 28 ayat ayat 4 Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dengan ancaman pidana lima tahun penjara.