Baju Terakhir Dianah dan Akhir Hidup Buruh Anak di Pabrik Petasan

Jum'at, 03 November 2017 | 20:15 WIB
Baju Terakhir Dianah dan Akhir Hidup Buruh Anak di Pabrik Petasan
Petugas PMI dan Basarnas mengevakuasi jenazah korban kebakaran pabrik kembang api di Kosambi, Tangerang, Banten, Kamis (26/10).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Air muka Sayati menyuratkan kesedihan mendalam, saat satu peti jenazah dikeluarkan dari ruang post-mortem Rumah Sakit Polri, Kramat Jati, Jumat (3/11/2017).

Kilapan air mata tampak di pipinya. Ia mengikuti peti jenazah itu keluar dengan tatapan penuh kenyerian. Dalam peti itu bersemayam anak satu-satunya yang tubuhnya tak lagi berbentuk sempurna.

Dianah, itulah nama putrinya yang menjadi korban kebakaran pabrik petasan di Kosambi, Tangerang, Banten, milik PT Panca Buana Cahaya Sukses.

Identitas Dianah baru teridentifikasi. Ia baru berusia 15 tahun, buruh anak di pabrik tersebut.

"Alhamdulillah, jasadnya sudah dikenali. Saya menanti sekali kabar putri saya. Ya, saya cuma bisa bersabar dan selalu berdoa terus. Pasrah dan ikhlas saja," kata Sayati.

Sayati lantas bercerita tentang perjalanan hidup Dianah hingga menjadi buruh anak, dan menjemput maut di pabrik nahas tersebut.

"Dia baru bekerja di pabrik itu sejak tiga minggu terakhir sebelum kebakaran. Dia di bagian packing (pengemasan)," tuturnya.

Ia mengatakan, keuangan keluarganya terbilang miskin sehingga tak mampu menyekolahkan Dianah seperti anak-anak kebanyakan. Ia dan sang suami hanya mampu menyekolahkan putri kesayangannya hingga selesai sekolah dasar.

Seperti yang terjadi pada kebanyakan anak-anak keluarga miskin, Dianah lantas menjadi buruh di pabrik petasan itu untuk membantu perekonomian ibu dan ayahnya.

Baca Juga: Persib Ogah Lanjutkan Laga, Kapten Persija: Masalah Nyali

Awalnya, kata Sayati, putrinya mendapat upah Rp55 ribu per hari. Namun, setelah sepekan bekerja, upah yang diterima Dianah malah turun menjadi Rp40 ribu per hari.

Padahal, tak jarang Dianah bekerja lembur hingga larut malam karena dituntut memenuhi target produksi petasan oleh si pemodal pemilik pabrik.

"Itu saya lihat dia kerja capai sekali. Saya kasihan lihatnya. Tapi dia mau bantu keluarga. Pernah pulang kerja sampai malam. Katanya kejar target," jelasnya.

Sayati pernah tak sampai hati melihat putri kecilnya bekerja banting tulang, tapi berupah rendah. Ia sempat meminta Dianah berhenti bekerja.

Namun, Dianah mengatakan, setelah putus sekolah, pabrik itulah satu-satunya tempat dia bisa mendapatkan teman.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI