Suara.com - Sejumlah keluarga suku Kurdi tampak berdesak-desakan di dalam selimut di sebuah gua yang temaram. Yang lain memilih bersembunyi di balik puing-puing bangunan, berkumpul di sekitar api unggun. Sementara yang memunyai ruang bawah tanah, mencari perlindungan di sana.
Inilah Afrin!
Afrin adalah kawasan di Suriah, yang dua pekan terakhir dibombardir secara brutal oleh pasukan Turki atas perintah Presiden Recep Tayyip Erdogan. Turki berkilah, menyerbu daerah itu untuk memberantas milisi Kurdi yang ingin menentukan nasib sendiri.
PBB, seperti dilansir CNN, Jumat (2/1/2018), mengestimasi 16.000 warga Kurdi telah mengungsi akibat serbuan barbar tersebut.
Mereka mayoritas berlindung ke dalam gua, karena serdadu Turki mengefektifkan pola serangan udara dan pembomban tanpa jeda.
"Kami tak lagi tahu harus pergi kemana," tutur bocah Kurdi berusia 10 tahun bernama Mohhamed Khaled,saat diwawancarai ekslusif oleh CNN.
"Sudah 5 hari terakhir pesawat (Turki) menjatuhkan bom tanpa henti. Ayahku bilang jangan keluar dari gubuk ini. Jadi kami tidur di sini. Semua rumah kami dihancurkan," katanya.
Khaled berdiri di luar salah satu bangunan, di mana warga sipil mencari perlindungan. Anak-anak berkeliaran di belakangnya, gelisah.
Menurut data UNICEF, warga sipil Kurdi telah dicegah untuk meninggalkan Afrin oleh pemerintah setempat. Sementara organisasi kemanusiaan harus menangguhkan layanan perlindungan anak di tengah aksi persekusi Turki tersebut.
Baca Juga: Operasi Lepas Pen, Ini yang Harus Dilakukan
Umi Muhammed, ibu Khaled, tak habis pikir kenapa Erdogan memerintahkan serdadunya untuk membom mereka.
"Apa yang telah dia lakukan kepada kami?" tuturnya dalam bahasa Arab.
"Kami kehilangan rumah. Kami kehilangan anak-anak kami. Tak ada yang tersisa... Kenapa hal ini terjadi kepada kami? Bukankah ini memalukan? membiarkan anak-anak harus hidup seperti itu? Kita adalah manusia, bukan? Mengapa mereka melakukan ini terhadap kita? " rutuknya.
"Ini adalah pembunuhan massal," tegasnya, lantas menangis.
"Tolong sampaikan pesan kami. Kami memohon kepada masyarakat internasional untuk menghentikan pembunuhan warga sipil, menghentikan serangan udara Turki dan perang melawan kami."
Afrin telah menanggung beban serangan Turki sejak 20 Januari, ketika Erdogan meluncurkan "Operation Olive Branch" (Operasi Ranting Zaitun), untuk menyingkirkan sejumlah partai politik sekaligus sayap militernya yang ingin menentukan nasib bangsa Kurdi sendiri, tanpa campur tangan Turki dan negara lain.