Papa, Ikhlaslah, Tuntun Saya Baca Dua Kalimat Syahadat....

Reza Gunadha Suara.Com
Minggu, 07 Oktober 2018 | 17:29 WIB
Papa, Ikhlaslah, Tuntun Saya Baca Dua Kalimat Syahadat....
Foto udara rumah-rumah warga yang hancur akibat gempa 7,4 skala Richter di Perumnas Balaroa, Palu, Sulawesi Tengah, Senin (1/10). [Antara/Hafidz Mubarak]

Malam semakin mencekam, Hajali bersama anak dan cucunya kembali ke atas-atap rumah mengharap ada pertolongan.

Kejadian bencana itu begitu cepat, gelombang tanah disertai lumpur kurang dari lima menit hingga meluluhlantakkan semua bangunan maupun pepohonan hingga puing-puing rumah mereka hanyut ratusan meter.

Mereka tak lagi berada di posisi awal mereka yang berada di rumah.

Dalam kegelapan, mereka bertahan hanya menggunakan baju di badan, angin bertiup kencang hingga menusuk ke tulang rasa dingin pun semakin memuncak. Belum lagi pakaian di badan semuanya basah kuyup.

Tak berselang lama, ada rumah terbakar yang hanyut tepat di hadapan mereka, menuju arah anaknya Rika yang sudah  meninggal.

Tiba-tiba ember kecil berwarna hitam hanyut tepat disamping mereka. Hajali langsung meraih ember untuk diisi air dan memadamkan api. "Ternyata dalam ember itu ada air bersih," katanya.

Ia tak jadi memadamkan api dengan air itu. Air dalam ember itu dia simpan.

Rumah terbakar yang hanyut itu tak membakar jenazah Rika, melainkan hanya lewat di depannya.

Selama bertahan di atas atap rumah, Hajali bersama anggota keluarganya hanya mengonsumsi air yang didapatinya itu tanpa makanan lainya.

Baca Juga: Diduga Makan Mayat Korban Gempa Sulteng, Warga Takut Konsumi Ikan

Hingga keesokan harinya, sekitar pukul 05,30 Wita, mereka berusaha keluar dari lokasi tersebut mencari tempat lebih aman.

Mereka melewati kubangan air hampir setinggi dada orang dewasa menuju arah utara, dengan kaki terluka.

Hajali terus berjalan sambil menusuk-nusuk tanah yang landai untuk pijakan kaki.

Untuk mencapai tanah kering yang relatif aman dan hanya kurang lebih berjarak 500 meter, Hajali harus melewati lumpur hingga tiga jam lamanya.

Kondisi lingkungan mereka rusak parah.

"Pokoknya semua hancur berantakan. Tanah terbelah, jalan aspal mengerucut setinggi setengah meter, padahal secara logika jarak 500 meter itu tidak lebih lima menit kita berjalan kaki," ucapnya.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI