Sangat janggal, awalnya Polisi mengatakan Domiri ditangkap karena yang bersangkutan masuk daftar pencarian orang (DPO) terkait kasus yang sama dengan puluhan warga SMB lainnya, yakni menyerang pos PT Wira Karya Sakti (WKS) yang ada di Distrik VIII, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi. Tuduhan itu langsung dibantah oleh tim kuasa hukum dengan menyertakan surat rekomendasi berdasar hasil investigasi Komnas Perempuan dan Komnas HAM.
Melihat hal itu Polisi panik dan langsung berubah alasan, kemudian menyebut Domiri DPO dalam kasus yang lain. Saat ditanya dan diminta surat DPO-nya, Polisi tak bisa menunjukan.
“Terus saya tanya mana surat DPO-nya, dia bilang ada ibu, ada. Tetapi Polisi itu tak bisa menunjukan,” ungkapnya.
Keesokan harinya, pagi hari disaat kantor Pengadilan baru buka tim kuasa hukum langsung memasukan surat gugatan praperadilan penangkapan Domiri.
Dipersekusi Gerombolan
Dua hari kemudian, Rabu 27 November 2019, Era yang tengah bersidang di pengadilan membela para petani dipersekusi oleh segerombolan orang. Seperti biasa, sebelum sidang Era sebagai kuasa hukum menemui kliennya, para petani untuk memberikan semangat dalam menghadapi dakwaan dan berbincang-bincang.
Tiba-tiba beberapa orang tak dikenal yang mengaku pengacara langsung menuding Era telah mengeluarkan pernyataan menghina orang Jambi. Era pun dengan rasa heran mengkonfirmasi mereka berita yang mana, orang-orang tak dikenal itu menunjukan sebuah artikel yang tayang di sebuah akun blog di Kompasiana.
Era pun menjelaskan, bahwa artikel di Kompasiana itu bukanlah berita dan ia tak kenal dengan orang yang menulis artikel itu. Sehingga bukan kapasitasnya untuk memberikan klarifikasi soal artikel tersebut.
Mereka pun meminta Era untuk memberikan klarifikasi melalui pernyataan yang direkam oleh beberapa orang yang tengah memegang kamera. Orang-orang yang menenteng kamera mereka klaim wartawan dari berbagai media, yang belakangan diketahui media abal-abal. Kemudian beberapa orang lainnya yang mengaku sebagai pengacara ngotot sambil menghardik Era untuk memberikan klarifikasi.
Baca Juga: Uut, Wanita Tangguh Pendamping Suku Anak Dalam Jambi
“Seperti sudah disetting begitu,” ucapnya.
Kemudian saat sidang mau dimulai, sekelompok massa melakukan aksi demonstrasi di luar gedung pengadilan. Mereka berteriak meminta Era untuk keluar untuk menemui massa. Tak tahu massa dari pihak mana, Era tetap masuk ruangan untuk bersidang.
Namun, ia curiga massa yang mendemonya itu sudah dikondisikan oleh kepentingan pihak tertentu yang sistematis. Lantaran, ia memerhatikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) secara diam-diam memotret dirinya menggunakan kamera handphone.
Selang beberapa saat, massa yang tadinya demo di depan kantor pengadilan bergerak ke bagian belakang dekat ruang sidang. Ia meyakini yang memberitahu gerombolan massa itu lokasi ruang sidang adalah jaksa tersebut.
Lalu, majelis hakim menunda jadwal sidang pukul 13.30 WIB setelah jam makan siang. Era pun tetap duduk di ruang sidang karena itu tempat yang aman, massa tak mungkin berani memasuki ruang tersebut. Kemudian jaksa menemuinya, ia menyarankan dengan nada dan bahasa yang agak mendesak agar Era menemui massa.
“Jadi sebaiknya ibu keluar dulu menemui massa nanti kami bantu mengamankan, kalau ibu nggak mau menemui kami nggak menjamin keselamatan ibu di luar ruang sidang ini. Saya membaca itu sebetulnya intimidasi, kenapa dia bilang tidak menjamin keselamatan saya,” kata Era.
Era pun menolak saran jaksa tersebut. Ia mempersilakan dan menghargai massa melakukan unjuk rasa sebagai sebuah kebebasan berpendapat. Dirinya lebih memilih fokus memikirkan pendampingan proses peradilan 24 orang yang diperiksa sebagai saksi pada hari ini.
Sang jaksa terus membujuk rayu Era agar mau menemui massa. Menurutnya, jika massa tak ditemui sidang tak bisa dimulai. Selang beberapa saat, tiba jaksa lain bersama Polisi ke tempat Era dan memintanya untuk menemui massa yang berunjuk rasa di luar.
Ia merasa semakin diintimidasi oleh jaksa dan polisi. Era meminta ke pihak pengadilan untuk menempatkan dirinya di ruang aman sambil menunggu sidang dimulai. Kemudian, ia ditempatkan di ruangan pengacara yang berukuran kecil, sekitar 2x2 meter. Pada saat itu Era bersama rekannya pengacara yang warga asli Jambi, Abdurrahman.