“Mereka semua sudah putusan, tetapi kasusnya banyak kejanggalan. Kami sedang membuat analisis kasusnya, cuma saya harus merinci data itu dulu,” tuturnya.
Siapa Yang Diuntungkan Dari Kriminalisasi Petani SMB Jambi?
Era menuturkan, pihaknya tak memiliki bukti langsung persekongkolan PT WKS, anak perusahaan Sinarmas Group dalam kasus kriminalisasi petani SMB. Namun siapa yang menerima manfaat dari kasus kriminalisasi petani SMB tersebut adalah PT WKS.
“Karena begitu semua orang-orang ini ditangkap, begitu lahannya kosong setelah pemukiman mereka dibakar, lahan itu langsung ditanami perusahaan,” ungkapnya.
Salah seorang warga SMB, Rosela, nama samaran karena jiwanya terancam, mengaku pada 18 dan 19 Juli 2019 sebanyak 59 petani ditangkap dan dianiaya oleh aparat kepolisian. Rosela ditangkap oleh polisi pada 18 Juli tahun lalu bersama sejumlah petani lainnya yang tengah berada di Sekretariat SMB, Kabupaten Batanghari, Jambi.
Ia yang tengah menggandeng anaknya berusia 10 tahun, ketika itu diseret-seret oleh polisi. Sedangkan, warga yang laki-laki dipukul dan ditendang.
Rosela sempat ditahan di sel Mako Brimob Jambi selama tiga hari, setelah itu dibebaskan. Namun suami dan adiknya di penjara dengan tuduhan kasus pidana terkait perusakan kantor PT WKS di Distril VIII, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi. Suami dan adiknya dikriminalisasi dan mengalami penganiayaan. Hingga kini, mereka masih menjalani hukuman pidana penjara.
“Padahal suami dan adik saya tidak tahu apa-apa. Kami setiap hari cuma berladang, tiba-tiba pada 18 Juli Polisi datang, semua warga (SMB) ditangkap,” kata Rosela kepada Suara.com.
Rosela mengungkapkan, setelah ditangkap dari Sekretariat SMB, semua warga dibawa ke kantor PT WKS di Distrik VIII. Di sana warga yang laki-laki telanjangi hanya mengenakan celana dalam, mereka disiksa oleh Brimob dan TNI. Setelah dari sana, semuanya diangkut oleh Polisi ke Mako Brimob Jambi. Di markas pasukan khusus kepolisian itu mereka mengalami penganiayaan yang lebih hebat.
Hal yang sama juga diungkapkan Sumarni, bukan nama sebenarnya dengan pertimbangan keamanan dan keselamatannya. Perempuan 62 tahun itu juga mengalami hal yang sama dengan Rosela. Ia ditangkap pada 19 Juli 2019, ketika itu datang ke kawasan SMB untuk mencari anak dan cucunya sehari setelah penggerebekan warga di Sekretariat SMB.
Baca Juga: Uut, Wanita Tangguh Pendamping Suku Anak Dalam Jambi
Alih-alih datang mencari anak dan cucunya, Sumarni langsung ditangkap polisi. Ia sempat ditahan selama tiga hari oleh polisi di kantor PT WKS Distrik VIII bersama warga lainnya, tanpa dikasih makan dan minum.
Warga SMB yang laki-laki disiksa oleh Brimob dan tentara. Semua laki-laki ditelanjangi, hanya disisakan celana dalam, mereka dipukul dan ditendang. Bahkan ada yang dipukul oleh Polisi menggunakan gagang cangkul.
“Selama tiga hari ditahan di kantor PT WKS di Disktrik VIII, kami tidak dikasih makan dan minum. Cuma anak-anak dikasih makan nasi sisa Pak Polisi dan nasinya sudah dingin dan basi,” ungkapnya.
Sedangkan, anaknya sampai saat ini masih menjalani masa hukuman penjara. Sang anak yang divonis penjara satu tahun seharusnya akhir Maret lalu sudah habis masa hukumannya. Namun sampai saat ini dia belum juga bebas.
Kabid Humas Polda Jambi Kombes Pol Kuswahyudi Tresnadi membantah terjadi kekerasan dan penyiksaan terhadap para petani SMB baik itu di kantor PT WKS maupun di Mako Bromob Jambi.
“Sudah nggak ada itu. Itu kasusnya sudah sidang semua dan sudah vonis. Jadi Komnas HAM sudah datang ke sini, LBH sudah ke sini dan Ombudmans RI juga sudah ke sini,” kata Tresnadi saat dikonfirmasi Suara.com beberapa waktu lalu.