Kisah Perempuan Pejuang Pembela HAM Petani Batanghari yang Diintimidasi

Jum'at, 24 April 2020 | 02:05 WIB
Kisah Perempuan Pejuang Pembela HAM Petani Batanghari yang Diintimidasi
Petisi untuk aktivis HAM Era Purnama Sari yang diserang hoaks dan dipersekusi (instagram/@yayasanlbhindonesia)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Di ruangan kecil itu tetap saja Era tidak aman, tiba-tiba beberapa orang tak dikenal masuk dan merekamnya pakai kamera video. Era meminta polisi agar ruangan itu disterilkan dari orang-orang tak dikenal.

Kemudian Era berkomunikasi dengan rekan-rekannya dari kalangan CSO (organisasi masyarakat sipil) setempat seperti Walhi dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jambi mengenai kondisinya yang diintimidasi. Sebab, lanjut Era, sekitar 70 persen orang yang ada di Pengadilan itu adalah Polisi. 

Setelah kawan-kawan CSO datang, Era akhirnya bersedia menemui dengan kondisi massa di luar pagar Pengadilan dan dirinya tetap di dalam area Pengadilan. 

“Karena saya khawatir kalau saya memberikan pernyataan, nanti pernyataan saya dipotong kalau tidak ada kawan yang dipercaya,” imbuhnya. 

Setelah didemo, sore harinya Era dilaporkan pidana ke Polda Jambi. Namun, laporannya tidak jelas perkaranya. Ternyata belakangan baru diketahui, bahwa laporan tersebut targetnya cuma mengintimidasi saja.

Selain itu, lanjut Era, ia dan tim kerap dikuntit oleh orang tak di kenal. Seperti baru tiba di Bandara Sultan Thaha Jambi, supir grab car yang ia tumpangi sudah mengenal dirinya.
 
“Supirnya nanya sidang SMB ya, mbak? Saya heran loh kok orang ini tahu,” ucapnya. 

Peradilan Manipulatif Suku Anak Dalam

Dari 59 petani SMB yang ditangkap, 11 di antaranya warga Suku Anak Dalam, Jambi. Meski tidak mendampingi warga suku anak dalam, tim kuasa hukum YLBHI tetap memonitor proses persidangan mereka. YLBHI tidak mendampingi proses hukum mereka lantaran tidak mendapatkan akses untuk mendapatkan kuasa, karena akses ditutup oleh Polisi.
 
Bahkan selama ditahan di Mapolda, sel untuk warga Suku Anak Dalam dipisahkan dengan yang lain, supaya mereka tidak mendapatkan pendampingan hukum dari YLBHI atau pihak luar. Mereka diberi kuasa hukum sesuai penunjukan dari polisi.
 
Mulanya, Era dan tim kuasa hukum dari YLBHI mendapatkan kuasa dari Suku Anak Dalam pada tahapan di kejaksaaan. Berhubung mereka buta huruf, tak bisa baca tulis, Era mendapatkan kuasa dari mereka melalui surat cap jempol.
 
Dalam proses peradilan, polisi dan jaksa bersekongkol. Ternyata Polisi memasukan secarik kertas di saku Suku Anak Dalam, ia disuruh menyerahkan ke majelis hakim. 

“Ternyata surat itu isinya memberikan kuasa kepada pengacara yang ditunjuk polisi,” katanya.

Baca Juga: Uut, Wanita Tangguh Pendamping Suku Anak Dalam Jambi

Melihat tim YLBHI selalu memonitor setiap persidangan termasuk persidangan Suku Anak Dalam, jaksa dan polisi tampak gelisah. Setiap proses persidangan dipantau dan direkam video.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI