Pengamat: Influencer Bisa Jadi Alat Propaganda Baru Pemerintah

Jum'at, 21 Agustus 2020 | 14:24 WIB
Pengamat: Influencer Bisa Jadi Alat Propaganda Baru Pemerintah
Ilustrasi Influencer (Pixabay/cloudllynx)

Suara.com - Bukan menjadi rahasia lagi ketika influencer turut digaet pemerintah untuk membantu promosi kebijakan atau program kepada masyarakat.

Alih-alih memudahkan sosialisasi, pemanfaatan jasa influencer justru malah berubah menjadi alat propaganda bagi pemerintah sendiri.

Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Indonesia, Defny Holidin mengatakan kalau pada prinsipnya influencer itu diperlukan untuk menyederhanakan pesan dari kebijakan atau program agar dipahami masyarakat.

"Agar mudah dipahami masyarakat luas yang latar belakang pendidikan dan konsumsi informasinya sangat beragam," kata Defny saat dihubungi Suara.com, Jumat (21/8/2020).

Namun, Defny menemukan titik lemah pada penggunaan jasa influencer, yakni munculnya misleading.

Ia mencontohkan ketika pemerintah harus memberikan beragam kebijakan publik di tengah pandemi virus Corona (Covid-19).

Defny menemukan ada pemahaman yang keliru di saat awal pandemi dan di pertengahan tahun.

"Misleading ini menciptakan double gap dalam sosialisasi kebijakan pemerintah - masyarakat dan influencer - masyarakat," ujarnya.

Kemudian, ia juga melihat adanya pergeseran dari peran influencer itu sendiri. Influencer itu seharusnya menyosialisasikan kebijakan kepada masyarakat namun kekinian malah menjadi alat propaganda.

Baca Juga: Pemerintah Guyur Miliaran Rupiah Influencer, Pengamat: Pemborosan Anggaran

Sosok influencer dimanfaatkan pemerintah untuk membuat citra baik di mata masyarakat tanpa diimbangi dengan kinerja yang memuaskan.

"Pergeseran peran ke alat propaganda baru dalam rangka menciptakan perspesi positif publik menurut versi pemerintah secara monolog yang berbeda jauh dari ukuran kinerja penanganan pandemi menurut ukuran obyektif pada dimensi sosial-ekonomi dan medis," pungkasnya.

Beberapa waktu belakangan, warganet sempat dibuat emosi dengan sejumlah artis mempromosikan rancangan Undang-Undang cipta kerja (RUU Cipta Kerja) yang sedianya merugikan bagi masyarakat.

Pemerintah memang memiliki anggaran untuk menggandeng influencer senilai Rp 90,45 miliar.

Hal tersebut ditemukan dalam kajian Indonesia Corruption Watch (ICW) dengan menelusuri situs Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) untuk melihat data pengadaan program dan jasa di 34 kementerian, lembaga, kejaksaan dan Polri.

Pengumpulan data dilakukan dari 14 Agustus hingga 18 Agustus 2020.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI