Suara.com - Kepala Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Jakarta Raya Teguh P Nugroho menilai standar peralatan pemadam kebakaran (Damkar) di Ibu Kota belum ideal, belajar dari kasus pemadaman kebakaran di Kantor Kejaksaan Agung yang berlangsung lama.
"Bisa dilihat dari cepatnya kebakaran yang terjadi dan lamanya penanganan kebakaran tersebut," kata Teguh kepada ANTARA saat dihubungi melalui pesan instan, Senin (24/8/2020).
Penilaian ini berdasarkan hasil rapid assessment tahun 2019 yang dilakukan Ombudsman Jakarta Raya terkait tata kelola penanganan kebakaran oleh Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan DKI Jakarta.
Ada empat catatan Ombudsman, yakni pertama masih minimnya tenaga (petugas) pengawasan fasilitas kebakaran dan keamanan gedung dalam menghadapi kebakaran.
"Minimnya petugas ini menyebabkan tidak optimalnya pengawasan terhadap kesiapsiagaan gedung-gedung di Jakarta dalam menghadapi kebakaran," ujar Teguh.
Lebih lanjut Teguh mengatakan, ada kecenderungan gedung pemerintah memiliki standar keamanan gedungnya dari kebakaran lebih minim daripada gedung swasta.
Terutama potensi kebakaran dari korsleting listrik akibat pengelolaan jaringan listrik yang buruk.
"Pengawasan ini akhirnya diserahkan kepada masing-masing pengelola gedung," ujarnya.
Selain itu, pengawas gedung oleh Damkar DKI Jakarta terkait kesiapsiagaan dalam menghadapi kebakaran dilakukan secara acak (random).
Baca Juga: Isu Sengaja Dibakar, Kapuspenkum Kejagung: Sedih Rasanya Banyak Spekulasi
Potensi kedua, dari sisi peralatan dan personel Damkar DKI secara proporsional belum mencapai angka ideal untuk penanganan kebakaran.
"Sebagai kota megapolitan yang setara dengan New York, SDM dan fasilitas kita jauh dibanding New York," katanya.
Ombudsman juga menyoroti, status tenaga Damkar di DKI Jakarta yang mayoritas merupakan tenaga honorer dengan beban kerja dan risiko kerjanya tinggi, tapi pendapatannya (honor) sama dengan tenaga kebersihan dan pramubakti kantor PPSU atau PJLP.
"Untungnya, pelatihan standar kemampuan mereka tetap diasah di Pusdiklat Damkar DKI," ujar Teguh.
Selanjutnya, yang ketiga adalah potensi air yang masih dikelola swasta menyebabkan penggunaan air bersih yang tidak menguntungkan seperti banyak hidran yang tidak teraliri air.
Kondisi ini, lanjut Teguh, saat dibutuhkan, jumlah dan tekanan air tidak memadai untuk memadamkan api pada saat kebakaran terjadi.