PT Pertamina (Persero) pada semester I tahun 2020 tercatat mengalami kerugian sebesar USD 761,23 atau setara dengan Rp 11,1 Triliun untuk kurs USD 13.666. Dibandingkan dengan sebelumnya, perseroan mencatat laba tahunan berjalan sebesar USD 764,68 atau setara 10,94 triliun.
Fajriyah Usman, VP Corporate Communication Pertamina menjelaskan bahwa sepanjang paruh pertama tahun 2020, Pertamina menghadapi tiga tantangan utama yakni penurunan konsumsi BBM dalam negeri, adanya penurunan harga minyak mentah dunia, dan pergerakan nilai tukar dolar AS yang berdampak pada rupiah, sehingga terjadi selisih kurs yang cukup signifikan.
"Pandemi Covid-19 dampaknya sangat signifikan bagi Pertamina.Dengan penurunan demand, depresiasi rupiah, dan juga crude price yang berflunktuasi yang sangat tajam membuat kinerja keuangan kita sangat terdampak," tuturnya, dalam keterangan tertulis, Senin (24/8/2020), dilansir dari kompas.com.
Selama masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), jumlah konsumsi BBM di beberapa kota menurun sampai 50 hingga 60 persen. Hal ini berdampak pada penurunan permintaan pada konsumsi BBM secara nasional yang sampai Juni 2020 hanya sekitar 117.000 kilo liter (KL) per hari atau turun sebesar 13 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2019. Padahal tahun lalu, tercatat 135.000 KL per hari.
Kemudian harga minyak mentah dunia Dated Brent yang menjadi acuan harga minyak perseroan pada 2020 sempat melemah hingga USD 19 per barel. Angka ini turun signifikan dibandingkan awal tahun yang masih ada di sekitar USD 64 per barel.
Tidak hanya itu, nilai tukar rupiah juga mengalami pelemahan dengan titik terendah pada bulan Maret 2020. Keadaan ini turut memberikan tekanan finansial karena pendapatan Pertamina sebagian besar dalam Rupiah, sementara pembelian Crude dalam Dolar AS. Hal-hal di atas merupakan penyebab dibalik meruginya Pertamina.
Kesimpulan
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa klaim yang menyebut HTI sebagai penyebab Pertaminan merugi sebesar 11 T adalah klaim yang salah.
Konten ini termasuk dalam kategori satire atau parodi. Dengan kata lain tidak ada niatan merugikan, tetapi berpotensi untuk mengelabui.
Baca Juga: Cek Fakta: Benarkah Luhut Angkat Bicara Soal Tuduhan Jokowi Anti Islam?