Selain itu perlu adanya reforma agraria dan pengendalian konversi lahan sebagai prasyarat kemandirian pangan dalam bentuk land refrom dan access reform.
"Kemudian perlu mempercepat regenerasi petani melalui petani milenial. Rata-rata petani kita berusia 47 tahun, maka 5 sampai 10 tahun lagi mungkin ada krisis tenaga kerja sektor pertanian. Oleh karenanya inovasi Pertanian 4.0 diperlukan. Perlu solusi mengatasi food loss dan food waste dan terakhir adalah inovasi pertanian 4.0," kata Arif
Indeks pangan pangan global Indonesia ini saat ini masih berada di bawah negara-negara seperti Malaysia, Thailand dan juga Vietnam. Kemudian di Global Hunger Indeks Score, Indonesia juga masih di bawah Thailand, Vietnam, dan Malaysia. Disebutkan perlu waktu 10 tahun untuk mengejar agar setara dengan posisi Thailand saat ini.
"Jadi kalau 10 tahun lagi skor Global Hunger Index kita 9,7 mungkin Thailand sudah poin 5 atau 4 setara dengan posisi Jepang saat ini. Jadi kita dengan negara Asean sudah miliki ketertinggalan," kata dia.
Begitu pula jika dilihat food sustainability index, Indonesia berada di bawah Zimbabwe dan Ethiopia. Padahal 20 tahun lalu jika mendengar kata Ethiopia maka yang terbesit adalah kelaparan. Namun sekarang Ethiopia sudah bangkit dan memiliki food sustainability yang jauh lebih tinggi dari Indonesia.
"Saat saya bicara di FAO beberapa waktu lalu, ternyata Afrika punya strategi dahsyat sekali untuk rekonstruksi pembangunan pertanian dengan teknologi terkini dan suksesnya sudah nyata saat ini," kata dia.
Mengenai ketersediaan pangan selain ada isu produksi juga tak lepas dari adanya masalah food loss dan food waste atau pangan yang terbuang dan pangan yang menjadi sampah. Indonesia sendiri jadi kontributor kedua terbesar di dunia sebagai kontributor food loss dan food waste setelah Arab Saudi.
"Kalau kita panen padi di sawah itu yang tercecer sampai 17 persen, kalau itu diselamatkan saja maka ketersediaan pangan kita sudah bisa teratasi. Apalagi ditambah dengan konsumsi tidak buang-buang makanan saat pesta pernikahan dan saat maka di rumah. Kalau konsumsi kita bisa tekan 4% waste-nya atau terbuangnya maka bisa meningkatkan ketersediaan pangan," kata dia.
Makanya, kata Arif, momentum untuk meneguhkan kemandirian pangan. Kondisi eksternal tidak kondusif untuk terima barang impor pada saat yang sama Indonesia harus percaya diri bahwa kemandirian pangan jadi keniscayaan.
Baca Juga: Tes Covid DKI Tinggi, Anies Minta Daerah Lain Jalankan Instruksi Jokowi
Sedangkan Wakil Ketua Komisi IV DPR Daniel Johan mengatakan Presiden Jokowi perlu membuat kebijakan membeli produk pangan petani, kemudian diberikan kepada masyarakat secara gratis.
"Pak Jokowi, tolong negara bisa membeli produk pangan petani dan berikan gratis ke rakyat," katanya.
Dia menekankan monopoli dan kartel adalah urusan negara. Salah satu langkah yang bisa dilakukan oleh pemerintah sebelum membuat kebijakan itu, pemerintah perlu membentuk Badan Pangan Nasional.
"Kalau pun tidak ingin membentuk badan baru, pemerintah bisa menjadikan Bulog sebagai badan pangan. Artinya mengembalikan peran Bulog seperti zaman Orde Baru yang tugasnya menentukan harga eceran tertinggi," kata Daniel.
Oleh karena itu, bila negara mampu membeli 1 juta ton gabah petani dengan harga Rp4.200 per kilogram maka pemerintah cukup menyiapkan anggaran sebesar Rp4,2 triliun.
"Ini bisa menanggung perut 65 juta rakyat selama sebulan," kata dia.