Direktur Penyidikan Jampidsus Kejaksaan Agung, Febrie Adriansyah sempat membeberkan peran masing-masing tersangka. Dia mengemukakan bahwa Jaksa Pinangki berperan menawarkan diri untuk mengurus fatwa MA kepada Djoko Tjandra.
Selain itu, Jaksa Pinangki juga disebut bersekongkol dengan Andi Irfan Jaya untuk mengurus fatwa MA tersebut. Adapun, fatwa yang dimaksud yakni agar Djoko Tjandra tidak dieksekusi oleh Kejaksaan Agung dalam kasus pengalihan hak tagih atau cassie Bank Bali.
Febrie menjelaskan, jabatan Jaksa Pinangki pada dasarnya tidak mempunyai kewenangan untuk mengurus fatwa MA. Oleh karena itu, penyidik menilai jika Jaksa Pinangki sudah melakukan tindak pidana.
"Saya tegaskan, tidak ada kaitan sama sekali ke situ. Dia (jaksa Pinangki) menawarkan ke Djoko Tjandra itu tidak berkaitan dengan tugas sehari-hari sebagai Jaksa. Tetapi kami melihat itu sudah perbuatan pidana yang dilakukan oleh Pinangki," kata Febrie di Gedung Bundar Kejaksaan Agung, Selasa (1/9) pekan lalu.
Usai menjanjikan melakukan kepengurusan fatwa MA, Djoko Tjandra pun menyerahkan uang sebesar USD 500 ribu kepada Jaksa Pinangki melalui Andi Irfan Jaya. Namun, Jaksa Pinangki gagal mengurus fatwa tersebut.
Hanya saja, Febrie tidak menjelaskan lebih lanjut ihwal bagaimana proses Pinangki mengurus fatwa MA untuk Djoko Tjandra.
"Dia keluar uang untuk fatwa dan memang tidak selesai karena memang ada permasalahan dengan Djoko Tjandra dengan Pinangki," ujarnya.
Setelah gagal melakukan upaya kepungurusan fatwa MA, Djoko Tjandra lantas memilih mengurus Peninjauan Kembali atau PK di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dalam hal ini, Djoko meminta bantuan pengacaranya yakni Anita Dwi Anggraeni Kolopaking.
"Kemudian beralih kepengurusan peninjauan kembali itu yang berperan Anita Kolopaking, sehingga Mabes Polri yang kita koordinasikan sudah ditangani di sana," pungkasnya.
Baca Juga: Kejagung Kembalikan Berkas Perkara Kasus Djoko Tjandra ke Bareskrim