Dikecewakan Lion, Wasekjen MUI: Apa Ini Salah Anies atau Salah Khilafah?

Siswanto Suara.Com
Minggu, 13 September 2020 | 06:50 WIB
Dikecewakan Lion, Wasekjen MUI: Apa Ini Salah Anies atau Salah Khilafah?
Tengku Zul protes maskapai langgar protokol kesehatan (Twitter/ustadtengkuzul)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Menurutnya, perlu penambahan tenaga kesehatan di bandara yang dilakukan dengan penambahan dari pemerintah maupun relawan dari organisasi profesi.

Selain itu, SDM KKP juga harus memiliki kompetensi dalam penanganan Covid-19. Wawan juga menyarankan penambahan peralatan pengecekan di bandara jika diperlukan.

Dia menekankan pentingnya sanksi sesuai aturan hukum yang berlaku kepada setiap pelanggar protokol kesehatan baik itu dilakukan oleh penumpang ataupun petugas bandara. Penegakan hukum ini harus bekerja sama dengan otoritas keamanan bandara.

Dari sisi otoritas transportasi udara, Kementerian Perhubungan juga perlu membuat regulasi yang mengatur tentang kelengkapan persyaratan kesehatan dan syarat lainnya untuk naik pesawat di masa pandemi COVID-19.

Kelengkapan persyaratan tersebut sebaiknya dilakukan di luar bandara dengan metode daring sebelum calon penumpang memasuki kawasan bandara agar proses pelaporan ulang di bandara berlangsung cepat dan sesuai aturan menjaga jarak fisik. Maskapai penerbangan juga sebaiknya memfasilitasi hal ini dengan pelayanan daring.

"Calon penumpang yang jelas-jelas tidak memenuhi syarat seharusnya sudah tersaring sebelum masuk bandara dan hanya faktor-faktor khusus saja, seperti baru muncul gejala klinis setelah submit online persyaratan yang menyebabkan yang bersangkutan dicegah untuk terbang," kata Wawan.

Otoritas bandara juga harus menyiapkan lebih banyak fasilitas untuk mencuci tangan dengan sabun atau hand sanitizer dan juga masker gratis bagi yang maskernya rusak. Otoritas keamanan bandara juga harus menegakkan hukum secara tegas dan bijak pada pelanggar protokol kesehatan.

Wawan menyoroti penolakan organisasi perusahaan penerbangan internasional (IATA) terhadap penerapan pembatasan jarak fisik di kursi pesawat. Namun, hal itu tidak serta merta menjadi justifikasi pelonggaran terhadap aturan pencegahan penularan Covid-19 di pesawat.

"Perdospi melihat bahwa physical distancing di pesawat tidak perlu diartikan dengan pembatasan jumlah kursi pesawat di kabin yang boleh digunakan penumpang. Pemanfaatan kreatifitas dari maskapai untuk penggunaan faceshield atau glass safe," kata Wawan.

Baca Juga: Wisatawan Berdesakan Motret Jenasah di Toraja, Warganet: Hati-hati Corona

Selain itu, dia juga menekankan penerapan aturan standar penggunaan masker yang baik dan benar, penggunaan hand sanitizer, pembatasan pergerakan manusia di dalam kabin pesawat, penyediaan makanan dan minuman di kursi pesawat sebelum penumpang duduk, pembatasan area dan penggunaan toilet, penyediaan beberapa baris kursi belakang untuk karantina penumpang yang muncul gejala klinis di kabin, dan lain-lain.

Menurut dia, hal tersebut akan lebih efektif daripada menyediakan hanya 50 hingga 70 persen kursi penumpang seperti disarankan beberapa pihak. Menurutnya awak kabin dan penumpang juga perlu mendapatkan informasi mengenai pencegahan penularan Covid-19, pengenalan gejala klinis, dan penanganan karantina di pesawat sebelum naik pesawat.

Pengikutsertaan tenaga kesehatan di pesawat baik spesialis kedokteran penerbangan, dokter umum terlatih penerbangan dan memahami pencegahan penularan Covid-19, atau perawat terlatih juga bisa menjadi pertimbangan, terutama pada pesawat-pesawat berbadan lebar.

Wawan juga menegaskan pentingnya disinfeksi di kabin pesawat setelah penerbangan yang harus dilakukan secara maksimal dan terjamin serta pemantauan kru pesawat dan awak kabin dalam melakukan jaga jarak sebelum dan sesudah penerbangan, atau sebelum mengawaki penerbangan berikutnya, harus dilakukan secara ketat oleh maskapai penerbangan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI