Jumadi menyebut yang ia ketahui hanya tiga hakim itu saja yang pernah bertemu Nurhadi di tahun 2017. Selain itu, ia tak mengetahui. Karena, menurutnya ketika Nurhadi belum pensiun mereka sama-sama mempunyai jabatan di eselon 1.
"Nggak pak, saya taunya hanya beliau. karena beliau sama-sama di eselon satu, waktu pak Nurhadi sekretaris. Jadi sering bersama-sama, dalam rangka silahturahmi," ungkap Jumadi.
Jaksa pun kembali menanyakan dimana saja pertemuan itu dilakukan. Dalam BAP yang dibacakan Jaksa pertemuan terjadi di Apartemen Distrik 8 Senopati, Jakarta Selatan. Dimana Jumadi turut ikut dalam pertemuan itu.
"Kalau dirumahnya acara-acara tertentu saya pernah melihat. Waktu acara buka puasa bersama pernah. Kemudian yang satu lagi pernah dulu ada Pusdiklat di Megamendung, kemudian ada makan malam di rumah beliau. Iya," tutup Jumadi.
Nurhadi dan Rezky dijerat dalam kasus suap dan gratifikasi di sejumlah perkara di Mahkamah Agung (MA) sejak tahun 2011-2016. Keduanya didakwa menerima suap sebesar Rp 45,7 miliar dari Dirut PT MIT, Hiendra Soenjoto.
Uang suap diterima Nurhadi itu untuk membantu perusahaan Hiendra melawan PT Kawasan Berikat Nusantara (PT KBN).
Selain suap, Nurhadi juga didakwa menerima uang gratifikasi mencapai Rp 37.287.000.000.00. Uang gratifikasi itu, diterima Nurhadi melalui menantunya Rezky dari sejumlah pihak.
Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, Nurhadi dan Riezky didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHP.
Baca Juga: Pengacara Nurhadi: Hadirkan Saksi Amir Tak Relevan Dengan Dakwaan Jaksa