Gaya Komunikasi Publik Obama dan Trump, Ini yang Dapat Dipelajari Indonesia

Chandra Iswinarno Suara.Com
Sabtu, 16 Januari 2021 | 18:51 WIB
Gaya Komunikasi Publik Obama dan Trump, Ini yang Dapat Dipelajari Indonesia
Barack Obama dan Donald Trump. [AFP]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Diksi ini seketika menjadi momok besar di benak para pendukungnya, dan menjadi alasan untuk menolak gaya demokrasi pihak lawan politik.

Atau promosi kata “patriotisme” untuk membangkitkan nasionalisme dan sebagai atribut khusus di kalangan kulit putih (terutama saat pendukung Presiden Trump menyerang Gedung Capitol di akhir masa pemerintahannya).

Massa Donald Trump rusuh di gedung Capitol. (Foto: AFP)
Massa Donald Trump rusuh di gedung Capitol. (Foto: AFP)

Diksi ini kini menjadi sangat efektif dalam membangkitkan kebanggaan primordial. Di lain sisi, ia tidak ragu untuk melontarkan sindiran, hinaan atau pelecehan langsung kepada pihak lawan, termasuk dan terutama kepada tokoh perempuan –sebuah sikap yang jarang ditemui di kalangan pemimpin negara.

Namun dari semua keunikan seni komunikasi Presiden Trump, terdapat fenomena yang bisa dianggap paling berbahaya dan kontraproduktif hingga masa seterusnya. Yaitu lahirnya konsep alternative facts.

Komunikasi dalam dunia politik sudah lama mengenal upaya mencari titik lemah lawan untuk diserang, black campaign, perang narasi dan pembentukan opini, atau pencitraan yang sangat hebat. Namun demikian, tim komunikasi Presiden Trump memperkenalkan kita pada hal lain, yaitu kepiawaian berdalih yang luar biasa.

Alih-alih mempertahankan argumen dengan bukti dan fakta (yang menjadi prinsip dalam komunikasi kehumasan), diciptakanlah seribu satu trik untuk menghindar, menutupi, mengalihkan, atau menyalahkan – salah satunya dengan mengetengahkan ‘fakta alternatif’.

‘Fakta alternatif’ ini pertama kali didefinisikan oleh Kellyane Conway, Press Secretary Presiden. Ini bisa merujuk mulai dari penggunaan data tandingan, fakta yang dimanipulasi, pembiasan makna dan persepsi, pengecohan, hingga kebohongan total yang tidak ragu ditegaskan oleh para humas Presiden di garda depan, setiap kali mereka melayani jumpa pers.

Kayleigh McEnany, Humas Gedung Putih, bahkan disebut-sebut sebagai humas yang paling handal berbohong sepanjang sejarah pemerintahan di AS. ‘Fakta alternatif’ ini menjadi luar biasa membingungkan bagi publik, dan sangat mungkin menggiring mereka baik kepada sajian disinformasi maupun misinformasi.

Post-Truth dan Respon Penyedia Platforms Komunikasi

Baca Juga: Mengapa Keamanan di Gedung Capitol Bisa Ditembus?

Trik komunikasi tadi sangat tepat di post-truth era seperti saat ini, dimana emosi mendominasi adopsi informasi dan kepercayaan atas kebenaran, melampui kognisi.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI