Dilindungi UU, Tapi Jadi Korban Kekerasan
Pada kesempatan yang sama, Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia Sasmito Madrim berpendapat, secara regulasi sebenarnya kebebasan pers sudah dijamin oleh Undang-Undang (UU).
Kata dia, setahun setelah reformasi, pers di Indonesia telah diberikan jaminan terhadap kerja-kerja jurnalis.
"Kemudian ada ancaman pidana kepada orang yang melakukan kekerasan terhadap jurnalis," ujar Sasmito.
Tidak sampai situ, ada pula sebuah lembaga bernama Dewan Pers yang diharapkan bisa menjadi wasit ketika ada sengketa pemberitaan.
Sasmito menambahkan, merujuk pada hasil riset lembaga pemantau kebebasan pers di Prancis, pers di Indonesia telah mengalami banyak perubahan.
"Kita lebih baik dari Malaysia, Singapura, Filipina. Secara peringkat kita lebih baik," ucap dia.
Walau secara regulasi sudah bagus dan peringkat Indonesia dalam hal kebebasan pers naik dari urutan 119 ke 113 di tahun 2021, angka kasus kekerasan terhadap jurnalis dari tahun ke tahun terus meningkat. Dari tahun 2019, AJI mencatat ada 38 kasus yang kemudian yang melonjak menjadi 84 kasus di tahun 2020.
"Ini angka kekerasan yang cukup tinggi dalam 10 tahun terakhir," sebut Sasmito.
Baca Juga: Kriminalisasi Pembela HAM di Era Pandemi: Ditangkap Dalih Langgar Prokes hingga Dicovidkan
Sasmito menambahkan, sejak Mei 2020 hingga Mei 2021, angka kekerasan terhadap jurnalis jumlahnya meningkat menjadi 90 kasus. Artinya, regulasi yang bagus bukan menjadi jaminan kalau kasus kekerasan terhadap jurnalis bisa menurun.
"Kondisi riil di lapangan, kekerasan terhadap jurnalis itu masih sangat tinggi," sebut dia.