Siapa sangka rupanya pelabelan KKB sama dengan teroris berdampak kepada orang-orang Papua. Ambros misalnya, dirinya mengaku menjadi korban dan dicap sebagai teroris ketika akan mencari rumah kost di Jakarta.
Ia sendiri mungkin sudah bisa mengendalikan diri seperti I Ngurah Suryaman sarankan. Orang-orang yang melakukan rasisme dianggap Ambros sebagai pihak yang belum paham dan kenal secara langsung orang asli Papua.
Momen Agustus tahun ini juga bertepatan sebenarnya dengan peristiwa rasisme yang terjadi di Asrama Kamasan Surabaya dan juga apa yang terjadi di Malang 2019 lalu. Dari kejadian tersebut sempat membuat sejumlah daerah di Papua memanas dan rakyat Papua turun ke jalan.
Ambros mengungkapkan, dari kejadian tersebut justru banyak hal yang berkaitan dengan rasisme dirasakan kawan-kawan mahasiswa yang berada di luar Papua. Mereka terpaksa berkemas meninggalkan perantauannya untuk kembali ke Papua.

Bahkan, Ambros menyebut, para mahasiswa yang pulang ke Papua pasca kejadian di 2019 menolak untuk kembali ke luar. Mereka disebut trauma dengan rasisme yang mereka terima.
Kekerasan juga menjadi hal yang sangat dirasakan oleh masyarakat atau orang-orang asli Papua. Komisi untuk Orang Hilang Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mencatat berdasarkan catatan bahwa kekerasan yang paling sering dialami oleh orang Papua adalah penangkapan sewenang-wenang dan pembatasan kebebasan sipil.
Salah satu faktornya adalah dipakainya pendekatan militer dalam menyelesaikan konflik di Papua. Wakil Koordinator KontraS, Rivanlee Anadar menyampaikan, bahwa pasukan militer di tanah Papua harus ditarik oleh pemerintah. Pendekatan dialog semestinya harus di kedepankan.
"Tarik pasukan. Kedepankan pendekatan dialog, partisipasi publik dari orang Papua harus dikedepankan juga," kata Rivanllee saat dihubungi.
Kasus kekerasan oleh aparat terbaru yang dialami orang Papua yakni apa yang menimpa Steven Yadohamang pria difabel yang kepalanya diinjak oleh Serda A dan Prada V di Merauke, Papua. Itu cuma salah satu bagian dari tidak kesewenang-wenangan aparat.
Baca Juga: Baku Tembak di Ilaga, TPNPB-OPM Sebut TNI-Polri Telah Bakar Rumah-rumah Warga
Belum lagi cara penyelesaian masalah tersebut, yang banyak orang menuntut baik Ambros hingga Rivanlee mendesak agar para pelaku kekerasan tersebut diadili di pengadilan sipil bukan militer. Pengadilan militer dianggap kurang memberikan efek jera.