Suara.com - Pemerintahan bayangan Myanmar mendeklarasikan perlawanan bersenjata terbuka melawan junta militer, terhitung sejak Selasa (7/9/2021).
Mereka memobilisasi milisi bersenjata dan kelompok separatis etnis, serta menyerukan pembangkangan sipil.
Pemerintahan Persatuan Nasional (NUG), yang dibentuk oleh kelompok pro-demokrasi, membeberkan strategi untuk mengakhiri kekuasaan militer, sembari mendeklarasikan darurat nasional di Myanmar.
Strategi itu menitikberatkan pada perlawanan bersenjata dan pembangkangan sipil. Duwa Lashi La, Presiden NUG, mengajak semua elemen masyarakat untuk melancarkan "perang bela diri,” demi "menumbangkan kekuasaan teroris militer pimpinan Min Aung Hlaing di setiap penjuru negeri,” kata dia seperti dilansir Reuters.
Saat ini kelompok oposisi dikabarkan telah memobilisasi kekuatan militer di bawah bendera Pasukan Pertahanan Rakyat (PDF), dan menjalin aliansi dengan kelompok separatis etnis di wilayah-wilayah perbatasan.
Junta sebaliknya melabeli NUG dan PDF sebagai kelompok teror. Duwa mendesak pegawai negeri sipil yang ditunjuk militer agar "secepatnya meninggalkan jabatannya,” kata dia dalam sebuah pidato.
Dia mengimbau serdadu Tatmadaw untuk membelot, dan mengajak kelompok separatis untuk menggiatkan serangan terhadap militer.
Perang terus berkecamuk di negara-negara bagian di kawasan perbatasan Myanmar. Pasukan Tatmadaw dikabarkan menghadapi perlawanan hebat dari warga sipil yang memobilisasi diri dan hanya mengandalkan senjata dan bom rakitan.
Harian The Irrawady melaporkan, setidaknya sebanyak 580 pasukan junta militer tewas dan hampir 190 luka-luka dalam 443 serangan di sepanjang bulan Agustus, klaim NUG.
Baca Juga: Siapa Ashin Wirathu? Biksu Rasis yang Dibebaskan Junta Militer Myanmar
Sebaliknya, Tatmadaw menewaskan 73 warga sipil dan melukai 45 lainnya dalam 129 insiden kekerasan selama periode yang sama.