Benih padi SPI 20 dan SPI 21 ini penting dalam membangun pertanian agroekologi. Model pertanian ini justru mampu mendinginkan suhu bumi karena ramah lingkungan.
"Di dalam pertanian agroekologi, semuanya ramah lingkungan dan alami. Kita mandiri dalam melakukan aktivitas pertanian. Petani itu mandiri. Kita produksi pupuk sendiri, bukan pupuk dan pestisida dari perusahaan," katanya.
Berbeda dengan benih tahan genangan rekomendasi pemerintah, SPI 20 dan SPI 21 tidak membutuhkan pupuk dan pestisida kimia sehingga unsur hara di tanah bisa terjaga.
"Kalau kita terus-terusan pakai pupuk kimia dan obat-obatan dari perusahaan, kesuburan tanah semakin menurun. Sebagus apa pun benih padi, produksi akan menurun ketika kesuburan tanah juga menurun," katanya.
"Ini juga perlu diperhatikan, bukan hanya mengenai solusi varietas yang tahan banjir atau tahan air dari Kementerian Pertanian."
Sistem peringatan dini perlu diperkuat
Menurut Angga dari SPI, sistem peringatan dini yang kuat merupakan kunci untuk mengantisipasi gagal panen akibat bencana alam.
Akan tetapi, menurutnya belum ada upaya dari pemerintah pusat dan daerah untuk memperbaiki sistem peringatan dini.
Padahal pasal 34 di Undang Undang No. 19 Tahun 2013 Tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani telah mengamanahkan pemerintah pusat dan daerah untuk membangun sistem peringatan dini dan penanganan dampak perubahan iklim untuk mengantisipasi gagal panen akibat bencana alam.
Baca Juga: Antisipasi Dampak Badai La Nina, TNI AL Siapkan 215 Personel Satgas Siaga Bencana Alam
"Anggota kita di Jawa Timur belum bisa memprediksi curah hujan. Dampaknya ialah beberapa yang tanam jagung di Tuban, Nganjuk, dan Ponorogo mengalami gagal panen. Hal ini karena antisipasi dampak perubahan iklim belum disosialisasikan oleh pemerintah secara penuh ke petani," kata Angga. (ae)