Bastard menunjukan poin Bangladesh turun delapan posisi dalam Indeks Kebebasan Pers Dunia RSF sejak 2013, dari 144 menjadi 152.
"Tentu saja, ini bukan hanya karena pembunuhan 11 Februari 2012. Namun, impunitas yang berlangsung selama kasus ini tidak terungkap menjadi kecenderungan merosotnya tingkat kebebasan pers di Bangladesh," kata Bastard.
Jurnalis terus menuntut keadilan
Jurnalis lokal terus menuntut keadilan bagi rekan-rekan mereka. Farida Yasmin, Presiden Klub Pers Bangladesh, mengatakan apa yang dia lihat sebagai budaya impunitas atas kelalaian pihak berwenang untuk menemukan petunjuk bukti pembunuhan.
"Tidak hanya kasus pembunuhan pasangan itu, tetapi banyak insiden penyerangan lainnya terhadap jurnalis juga masih belum terpecahkan. Jurnalis sering tidak mendapatkan keadilan," katanya kepada DW.
"Selain polisi, jurnalis investigasi bisa saja menyelidiki pembunuhan itu, tetapi mereka juga tidak melakukannya," tambah Yasmin.
Setelah kepolisian gagal menyelesaikan kasus tersebut, pasukan elit kepolisian Batalyon Aksi Cepat (RAB) mengambil alih tugas untuk menyelidiki pembunuhan tersebut.
Namun, sudah lewat 85 hari untuk menghasilkan laporan investigasi di hadapan pengadilan di Dhaka.
Juru bicara organisasi Hukum dan Media mengatakan perlu lebih banyak waktu untuk menyelesaikan pembunuhan itu. "Kami telah menginterogasi sekitar 160 orang terkait pembunuhan itu dalam beberapa tahun terakhir.
Baca Juga: Pimpinan Komisi III DPR Desak Kapolri Ungkap Pembunuhan Jurnalis di Sumut
Kami bahkan membawa delapan dari mereka untuk ditahan. Namun, motif di balik pembunuhan itu belum ditemukan," kata juru bicara itu kepada DW.