Suara.com - Rencana pemerintah menambah masa wajib belajar menjadi 13 tahun dengan memasukkan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) mendapat sorotan dari akademisi. Guru Besar Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Budiyanto, menilai langkah ini perlu diiringi pemahaman yang tepat soal orientasi PAUD agar tidak terjebak pada akademisasi dini.
Dia menjelaskan, bahwa inti dari pendidikan di PAUD orientasinya hanya pada perkembangan anak, bukan terhadap kemampuan akademik.
"Mulai dari perkembangan kognitif, fisik, emosi sosial, seni, bahkan dalam konteks berikutnya yang ini banyak disalahpahamkan adalah numerasi dan literasi," kata Budiyanto saat hadir dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi X DPR, ditulis Rabu (7/5/2025).
Menurutnya, di lapangan banyak terjadi salah tafsir terhadap konsep numerasi dan literasi di PAUD. Alih-alih menjadi bagian dari stimulasi perkembangan, keduanya justru dijadikan mata pelajaran.
Padahal harusnya, pengajaran di PAUD cukup mengenalkan anak terhadap perbedaan siang dan malam, baik - buruk, hingga panjang - pendek. Sehingga belum ada mata pelajaran yang diberikan.
Namun realita yang terjadi, menurut Budiyanto, banyak orang tua menuntut dan dia lebih senang kalau di anaknya sudah pandai baca tulis sejak TK.
"Padahal hasil penelitian di Jepang menunjukkan bahwa apabila pendidikan di PAUD itu benar, dalam konteks pengembangan diri alami baik, itu grafiknya nanti setelah pada mengikuti pendidikan ini akan menjadi naik," ujarnya.
Sebaliknya, anak yang terlalu dini dikenalkan pada materi akademik cenderung mengalami penurunan setelah masuk sekolah dasar.
“PAUD yang sudah diceceli orientasi akademik, itu setelah masuk jenjang dasar justru malah menjadi menurun,” ujarnya.
Baca Juga: Wacana PAUD Masuk Skema Wajib Belajar 13 Tahun, DPR Tantang Pemerintah Tanggung Biaya Pendidikan
Budiyanto berharap kebijakan wajib belajar 13 tahun tidak disalahartikan sebagai mandat untuk mempercepat pengajaran akademik di usia dini, melainkan memperkuat fondasi perkembangan anak secara menyeluruh sesuai tahapannya.
Akses Terhadap PAUD Belum Merata
Sementara itu, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) menyampaikan evaluasi terkait akses masyarakat terhadap layanan pendidikan anak usia dini (PAUD) yang belum merata.
Direktur Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Kemendikdasmen Gogot Suharwoto menyampaikan evaluasi tersebut guna memberikan masukan terkait wacana pemberlakuan program wajib belajar 13 tahun sebagai bagian dari revisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).
“Hasil evaluasi pelaksanaan PAUD, diantaranya ialah aksesnya yang juga belum merata, terdapat 17.803 atau 21 persen desa yang belum memiliki satuan PAUD,” kata Gogot dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Panja RUU Tentang Sisdiknas bersama Komisi X DPR dipantau secara daring di Jakarta pada Selasa (6/5/2025).
Ketidakmerataan akses masyarakat terhadap layanan PAUD, kata dia, salah satunya disebabkan karena kurangnya jumlah PAUD negeri dibandingkan swasta.