Pelapor Kasus Korupsi Malah jadi Tersangka, Haji Asang Gagal Temui Mahfud MD di Kantornya: Saya Ingin Dapat Keadilan

Kamis, 17 Maret 2022 | 12:48 WIB
Pelapor Kasus Korupsi Malah jadi Tersangka, Haji Asang Gagal Temui Mahfud MD di Kantornya: Saya Ingin Dapat Keadilan
Haji Asang Triasha, pelapor kasus korupsi yang ditetapkan sebagai tersangka gagal temui Mahfud MD di kantor Kemenko Polhukam. (Suara.com/Ummi HS)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

 "Jadi tahun 2021 kita laporkan ke Kejaksaan Tinggi Kalteng dugaan korupsi kepala desa, tapi tidak pernah ditindaklanjuti oleh kepala Desa," katanya.

Kronologi Kasus

Kasus ini berawal ketika Asang Triasha  yang merupakan pihak kontraktor mendapat proyek pada 4 Februari 2020 dari 11 Kepala Desa di Kalimantan Tengah.

Proyek tersebut terkait pembuatan jalan hingga pembuatan sebanyak 74 jembatan kayu yang menghubungkan jalan tembusan antar desa berdasarkan Surat Perintah Kerja (SPK) Nomor: 01/BKAD-KH/SPK/2020.

Kemudian, mulai pengerjaan dilakukan pada April 2020 dan selesai pada November 2020. Dengan hasil terbuka jalan sepanjang ± 43 kilometer dengan lebar atau ruas jalan berkisar antara 8 hingga 12 meter dan pembuatan jembatan kayu sebanyak 74 unit.

Adapun total biaya pengerjaan proyek mencapai Rp 3.426.500.000. Namun dari yang disampaikan Haji Asang, baru menerima pembayaran Rp 2.078.360.000. Dalam catatanya itu, hanya dua kepala desa yang membayar penuh kepada Haji Asang.

Sedangkan, sembilan kepala desa tidak membayar. Sehingga, apabila diperhitungkan biaya yang dikeluarkan dengan diterima, Asang mengaku mengalami kerugian. Namun, dalam laporan keuangan sembilan kepala desa, seolah-olah Asang telah dibayar penuh.

Pada Selasa 9 Februari 2021, Asang melaporkan sembilan kepala desa tersebut kepada Kejati Kalteng. Ia melaporkan terkait dugaan korupsi. Namun, laporan Asang diabaikan Kejati Kalteng. 

Sehingga, ia mengajukan gugatan terhadap sembilan kepala desa. Lebih lanjut, berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Kasongan dan dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Palangkaraya bahwa sembilan kepala desa tersebut terbukti wanprestasi dan dihukum untuk membayar sisa upah Asang.

Baca Juga: Pendeta Saifuddin Ibrahim yang Minta Hapus 300 Ayat Alquran, Menko Polhukam Minta Kepolisian Segera Selidiki

Dari gugatan wanprestasi Asang selaku pelapor, bahwa Inspektorat Kabupaten Katingan menerbitkan laporan pemeriksaan Inspektorat Kabupaten Katingan, Nomor : 700/06/LHP/INSP/2021 tanggal 19 April 2021, menyebutkan 11 Kepala Desa melakukan kesalahan administrasi atau dalam pembentukan Badan Kerjasama Desa (BKAD) dan proses pengadaan barang dan jasa tidak sesuai prosedur sehingga 11 Kepala Desa diperintahkan untuk mengembalikan uang Rp.2.078.360.000, telah dibayarkan tahap 1 kepada pelapor.

Sesuai putusan Pengadilan Negeri Kasongan Nomor: 3/Pdt.G/2021/PN Ksn, tanggal 16 Agustus 2021 yang dikuatkan dengan Putusan Pengadilan Tinggi Palangka Raya Nomor: 94/PDT/2021/PT PLK, tanggal 26 Oktober 2021, bahwa  sembilan kepala desa dinyatakan wanprestasi dan dihukum untuk melaksanakan sisa pembayaran kepada Asang.

Pada 14 februari 2022, Asang ternyata ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana korupsi.

Berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor: B-499/Q.2/Fd.1/02/2022, tanggal 14 Februari 2022 dari Kepala Kejati Kalteng selaku penyidik, yang bersamaan terbitnya dengan Surat Perintah Penyidikan Nomor: PRIN-04/O.2/Fd.1/02/2022, tanggal 14 Februari 2022.

Maka itu, penetapan Asang sebagai tersangka oleh penyidik Kejati Kalteng dianggap sebagai tindakan yang sewenang-wenang.

"Sama sekali tidak prosedural, dan terindikasi kuat hanya untuk melindungi sembilan kepala desa yang tidak membayar upah pelapor, tanpa dasar hukum dan melukai rasa keadilan," isi kronologis singkat kasus itu.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI