Albert Ko mengatakan bahwa angka yang lebih baik dari WHO mungkin juga menjelaskan beberapa misteri tentang pandemi, seperti mengapa Afrika menjadi salah satu yang paling sedikit terkena virus, meski pun tingkat vaksinasinya rendah.
"Apakah angka kematiannya begitu rendah karena kita tidak bisa menghitung angka kematian dengan akurat, atau ada faktor lain yang lebih bisa menjelaskan itu?" katanya seraya menambahkan bahwa jumlah kematian di negara-negara kaya seperti Inggris dan AS membuktikan bahwa sumber daya saja tidak cukup untuk meredam wabah global.
Jumlah korban tewas yang sebenarnya mungkin tidak akan pernah diketahui
Dr Bharat Pankhania, ahli kesehatan masyarakat di Universitas Exeter Inggris, mengatakan kita mungkin tidak akan pernah mendekati jumlah kematian yang sebenarnya akibat COVID-19, terutama di negara-negara miskin.
"
"Ketika Anda memiliki wabah besar di mana orang mati di jalanan karena kekurangan oksigen, mayat ditinggalkan atau orang harus dikremasi dengan cepat karena kepercayaan budaya, kita akhirnya tidak pernah tahu berapa banyak orang yang meninggal," jelasnya.
"
Meski pun Dr Pankhania mengatakan perkiraan jumlah kematian COVID-19 saat ini masih sedikit dibandingkan dengan pandemi flu Spanyol 1918, ketika para ahli memperkirakan hingga 100 juta orang meninggal dunia. Ia mengatakan fakta begitu banyak orang meninggal meski pun ada kemajuan pengobatan modern, termasuk vaksin, terasa memalukan.
Dia juga memperingatkan biaya COVID-19 bisa jauh lebih merusak dalam jangka panjang, mengingat meningkatnya beban long COVID-19.
"Pada flu Spanyol, ada flu dan kemudian ada beberapa penyakit [paru-paru] yang diderita orang, tetapi itu saja," katanya.
Baca Juga: Peluncuran Snapdragon 8 Gen 1 Plus Berpotensi Ditunda karena COVID-19 di China
"Tidak ada kondisi imunologis yang bertahan lama seperti yang kita lihat sekarang dengan COVID," katanya.