Larangan Orang yang Berkurban Tak Boleh Potong Kuku dan Rambut, Benarkah?

Rabu, 15 Juni 2022 | 01:52 WIB
Larangan Orang yang Berkurban Tak Boleh Potong Kuku dan Rambut, Benarkah?
Ilustrasi hewan kurban - larangan orang yang berkurban (Pixabay/RitaE)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

“Ulama dari kalangan madzhab kami mengatakan hikmah di balik larangan tersebut adalah agar seluruh anggota tubuh tetap ada/sempurna dan terbebas dari api neraka. Adapula yang berpendapat, karena disamakan (tasyabbuh) dengan orang ihram."

"Menurut ashab kami, pendapat ini tidak tepat, karena menjelang kurban mereka boleh bersetubuh, memakai wewangian, pakaian, dan tindakan lain yang diharamkan bagi orang ihram."

Pendapat kedua menyatakan larangan memotong rambut dan kuku bukan untuk orang yang berkurban tapi memotong bulu dan kuku hewan kurban karena bulu, kuku dan kulit hewan kurban akan jadi saksi di hari akhirat kelak. 

Pandangan ini sebenarnya tidak populer dalam kitab fikih, terutama fikih klasik. Oleh sebab itu, Mula Al-Qari menyebut ini pendapat gharib yang artinya aneh, unik atau asing. Ia mengatakan dalam Mirqatul Mafatih:

“Ada pendapat gharib dari Ibnul Malak. Menurutnya, hadits tersebut berarti tidak boleh mengambil (memotong) bulu dan kuku hewan yang dikurbankan.”

Belakangan, pendapat yang dikatakan asing oleh Mula Al-Qari ini diperkuat oleh Kiai Ali Mustafa Yaqub. Dalam kitabnya, At-Turuqus Shahihah fi Fahmis Sunnatin Nabawiyah, Kiai Ali mengatakan, hadits ini perlu dikomparasikan dengan hadits lain. 

Almarhum sering menegaskan Al-hadits yufassiru ba’dhuhu ba’dhan yang artinya hadits saling menafsirkan antara satu dengan lainnya. Ada istilah wihdatul mawdhu’iyah fil hadits atau kesatuan tema hadits. Teori ini dipakai untuk menelusuri ‘illat atau maksud hadits. 

Terkadang dalam satu hadits tidak disebutkan ‘illat dan tujuan hukumnya sehingga perlu dikomparasikan dengan hadits lain yang lebih lengkap, selama itu masih satu pembahasan. 

Hal ini khususnya untuk satu hadits yang maknanya umum, sementara pada hadits lain, dalam kasus yang sama, maknanya lebih spesifik dan jelas.

Baca Juga: Hukum Kurban dengan Sapi Terinfeksi PMK Menurut Fatwa MUI, Boleh atau Tidak?

Menurut Kiai Ali, memahami hadis Ummu Salamah di atas perlu dikomparasikan dengan riwayat ‘Aisyah yang berbunyi sebagai berikut:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI