"Jadi masalahnya ada pada pengelolaan industri sawit di Indonesia yang carut marut, bukan semata-mata karena pengaruh global,” tuturnya.
Untuk itu, ia mengatakan, jalan keluarnya adalah memperbaiki mata rantai produk sawit di mana jaminan pasokan dalam negeri terjaga baik volume maupun harganya.
"Sudah saatnya kebijakan DMO dan DPO dievaluasi, pungutan yang berlebihan dikurangi, distribusi dan cadangan nasional dikendalikan dengan baik," tandasnya.
Pernyataan Luhut
Sebelumnya, Menteri Koordinator (Menko) Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan minta Kementerian Perdagangan (Kemendag) percepat ekspor minyak sawit mentah (CPO) dan bahan baku minyak goreng agar harga TBS sawit petani kembali membaik.
Percepatan ekspor diminta dilakukan dengan menaikkan rasio angka pengali ekspor CPO dan bahan baku minyak goreng menjadi tujuh kali lipat dari kewajiban pasar domestik (DMO).
"Saya minta Kemendag untuk dapat meningkatkan pengali ekspor menjadi tujuh kali untuk ekspor sejak 1 Juli ini dengan tujuan utama untuk menaikkan harga TBS di petani secara signifikan," kata Menko Luhut Pandjaitan dalam rapat evaluasi kebijakan pengendalian minyak goreng.
Menko Luhut juga memastikan pemerintah saat ini tengah berupaya menemukan keseimbangan antara target dari sisi hulu hingga hilir terkait pengendalian minyak goreng.
"Saat ini harga minyak goreng telah mencapai Rp14.000/liter di Jawa-Bali, sehingga kebijakan di sisi hulu dapat kita mulai relaksasi secara hati-hati untuk mempercepat ekspor dan memperbaiki harga TBS di tingkat petani," ujarnya.
Juni lalu, pemerintah mengalokasikan ekspor sebesar 3,41 juta ton melalui program transisi dan percepatan guna memberi kepastian kepada dunia usaha untuk ekspor dan khusus untuk program transisi dapat dipergunakan selama beberapa bulan ke depan.