Seorang juru bicara Jihad Islam di Gaza mengatakan kelompok itu mungkin telah kehilangan kepemimpinan dan kekuatan tempurnya, tapi mereka mampu memaksakan kondisi pada Israel dan mempertahankan persatuan dan kohesi.
"Musuh menjadikan penghancuran kelompok Jihad Islam sebagai tujuan pertempurannya, tapi tujuan khayalan seperti itu gagal," katanya.
"Kami memiliki elemen manusia, keajaiban manusia yang dapat memperbaiki kemampuan, terlepas dari betapa rendahnya mereka," tambahnya.
Belum ada reaksi dari Hamas
Sadar akan bahaya meningkatnya konflik, Israel berhati-hati untuk fokus pada target Jihad Islam untuk menghindari keterlibatan Hamas, kelompok militan yang jauh lebih besar dan lebih kuat yang menguasai Gaza, ke dalam pertempuran.
Hamas telah berperang empat kali melawan Israel sejak menguasai Gaza dari kelompok saingannya Fatah pada tahun 2007.
Mereka menggunakan Gaza sebagai pangkalan untuk meluncurkan serangan roket ke kota-kota Israel.
Ratusan warga Palestina telah tewas dalam serangan Israel di Gaza.
Israel mengklaim perlu melakukan serangan untuk membela diri.
Lebih dari setahun setelah perang 11 hari pada Mei 2021 yang menewaskan 250 warga Gaza dan menghancurkan ekonomi Gaza, Hamas menawarkan beberapa dukungan verbal kepada sekutunya yang lebih kecil tapi tidak mengambil tindakan saat Israel melancarkan serangan udaranya.
Baca Juga: 8 Fakta Serangan Israel ke Jalur Gaza, Dikecam Negara-negara Muslim
Korban manusia di Gaza, sebuah jalur pantai sempit di mana sekitar 2,3 juta orang tinggal, tetap saja berat.
"Perang, perang, terjadi setiap dua tahun," ujar Jihad Meqdad, 44 tahun, seorang nelayan setempat.
"Ini tidak manusiawi, tidak ada moralitas dalam hal ini," katanya.
Di pihak Israel sejauh ini tidak ada korban serius, sebagian besar berkat sistem pertahanan udara Iron Dome, yang menurut para pejabat memiliki tingkat keberhasilan sekitar 96 persen dalam mencegat roket dari Gaza.
Diproduksi oleh Farid Ibrahim dari artikel ABC News.