Suara.com - Ada dua peristiwa memilukan yang terjadi pada Oktober 2022 lalu. Keduanya terjadi di beda negara, namun memiliki kesamaan, yakni jatuhnya ratusan korban jiwa dalam sebuah acara kerumunan.
Dua peristiwa itu adalah Tragedi Kanjuruhan yang terjadi di Malang, Jawa Timur awal Oktober dan Tragedi Itaewon di Seoul, Korea Selatan pada akhir Oktober 2022 lalu.
Dalam Tragedi kanjuruhan setidaknya 135 nyawa melayang, sementara pada Tragedi Itaewon menewaskan sedikitnya 154 orang.
Lantas bagaimana kah sikap pimpinan aparat kepolisian di kedua negara pasca tragedi berdesak-desakan yang berujung mau itu? Berikut ulasannya.
Tragedi di Stadion Kanjuruhan terjadi pada 1 Oktober 2022, usai laga Persebaya Surabaya versus Arema FC. Dalam laga tersebut, Arema FC kalah dengan skor 2-3.
Suporter Arema yang kecewa lalu turun ke lapangan dengan tujuan menghampiri pemain dan ofisial untuk menyatakan kekecewaannya.
Namun hal itu lalu direspon oleh aparat kepolisian dengan represif. Mereka menendang dan memukul para suporter. Tak hanya itu, aparat kepolisian juga menembakan gas air mata.
Setelah itu suporter dan penonton berdesakan keluar dari stadion. Namun satu pintu stadion masih tertutup dan terkunci, sehingga terjadi penumpukan. Inilah yang menewaskan sedikitnya 135 orang dalam insiden itu.
Baca Juga: Konser NCT Dapat Ancaman Bom, Polisi Turun Tangan Bawa Anjing Pelacak
Sejauh ini, dalam peristiwa tersebut, Polda Jawa Timur telah menetapkan enam tersangka,yakni 3 dari kalangan sipil yakni pihak penyelenggara laga tersebut dan 3 lainnya dari kepolisian terkait pengamanan di dalam stadion.
Namun pihak kepolisian membantah kalau penyebab kematian 135 orang tersebut adalah karena tembakan gas air mata.
Kepolisian juga menyatakan, penembakan gas air mata tersebut telah dilakukan sesuai prosedur, meski langkah tersebut adalah terlarang menurut aturan FIFA.
Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) yang dibentuk Presiden Joko Widodo, telah merekomendasikan sejumlah langkah hukum yang harus ditempuh berdasarkan fakta-fakta yang mereka temukan dari insiden tersebut.
Salah satu rekomendasi tersebut adalah memeriksa pejabat Polri yang meneken surat rekomendasi agar laga tersebut dilakukan malam hari, meski hal tersebut berisiko tinggi.
"Langkah pimpinan Polri yang telah melakukan proses pidana dan tindakan administrasi dengan melakukan demosi sejumlah pejabat, sudah menjawab sebagian harapan masyarakat dan patut diapresiasi," demikian dikutip dari kesimpulan dan rekomendasi dalam laporan TGIPF yang telah diserahkan ke Jokowi pada 14 Oktober lalu.