Kurikulum Merdeka Jadi Solusi Pemulihan Pembelajaran untuk Capai Kompetensi yang Diharapkan

Senin, 28 November 2022 | 09:45 WIB
Kurikulum Merdeka Jadi Solusi Pemulihan Pembelajaran untuk Capai Kompetensi yang Diharapkan
Kurikulum Merdeka bagi anak-anak SDN 005 Tanjung Palas Timur, Kalimantan Utara. (Dok: Kemendikbudristek)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Tak mudah bagi anak-anak buruh sawit di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 005, Tanjung Palas Timur, Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas. Setiap hari, mereka harus menempuh jarak puluhan kilometer untuk menuju sekolah mereka di Desa Sajau Hilir.

Jalan rusak, menanjak, dan berliku hanyalah sebagian kecil dari perjuangan mereka untuk tetap bersekolah.

Tantangan pendidikan anak-anak Tanjung Palas Timur tidak berhenti sampai di situ. Berdasarkan hasil pendataan sekolah yang dicatat oleh tim Program Inovasi untuk Anak Sekolah Indonesia (Inovasi), ada 11 persen siswa yang tidak mengikuti pembelajaran.

Setelah ditelisik, sebagian anak tersebut rupanya ada yang dibawa orang tuanya pergi jauh untuk bekerja, berkebun ke tengah hutan, merantau, bahkan dititipkan ke keluarga lain, karena orang tuanya menjadi pekerja migran ilegal ke Malaysia.

Kendala pendidikan anak-anak buruh di SDN 005 Tanjung Palas Timur kemudian diperparah dengan hadirnya pandemi Covid-19. Pandemi memukul mundur kemampuan belajar siswa.

Meskipun 89 persen siswa masih bisa belajar secara daring dan luring, tetapi mereka tidak dapat mencapai kompetensi yang diharapkan dan mengalami kehilangan kemampuan belajar (learning loss) yang besar.

Kepala SDN 005 Tanjung Palas Timur, Ludiah Liling menyadari kondisi kehilangan kemampuan belajar tidak hanya dialami oleh para siswa. Namun guru pun, mau tidak mau harus menyesuaikan kembali caranya mengajar saat luring, setelah sekian lama mengajar secara daring.

Ludiah pun menyadari bahwa makin besar ketertinggalan siswa dalam memahami dan menguasai pelajaran, makin besar pula dampaknya dalam proses pembelajaran ke depannya. Fenomena tersebut dikenal dengan “Efek Matthew” dalam pendidikan.

Siswa yang sudah paham akan makin paham, sedangkan siswa yang tidak paham akan makin tertinggal. Sembilan tahun berkarya sebagai kepala sekolah, Ludiah tak lantas tinggal diam. Dia berupaya untuk mencari jalan keluar atas masalah tersebut. Solusinya, menurut Ludiah, harus berangkat dari guru.

Baca Juga: Kemendikbudristek Prioritaskan Guru Penggerak Memimpin Satuan Pendidikan

Secercah harapan pun muncul ketika Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) meluncurkan Merdeka Belajar Episode Kelima Belas: Kurikulum Merdeka dan Platform Merdeka Mengajar demi memulihkan pembelajaran pascapandemi. Ludiah melihat hal tersebut sebagai jalan keluar bagi pemulihan pembelajaran di satuan pendidikannya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI