"Sehingga instansi pemilik informasi, sesuai kebijakan mereka, belum bisa memberikan data-data tersebut kepada KPK sejauh belum pada tahap penyidikan, termasuk penyelesaian penghitungan kerugian keuangan negaranya," ungkap Ali.
Bahkan, kata Ali, dalam praktiknya beberapa pihak otoritas negara lain juga hanya bisa membuka informasi yang dibutuhkan KPK tersebut jika sudah pada tahap penyidikan.
Pimpinan KPK Disebut Ingin Ubah Perkom

Demi menaikan status perkara Formula E dari penyelidikan ke penyidikan, sejumlah pimpinan KPK disebut Peraturan Komisi atau Perkom KPK.
"Ada inforamsi berita yang ditulis dari koran Tempo mengenai kontroversi penyidikan tanpa tersangka. Dan dalam bagian isinya, dikemukakan bahwa KPK berniat menaikkan status pengusutan kasus Formula E dari tahap penyelidikan ke penyidikan tanpa penetapan tersangka," ujar eks petinggi KPK, Bambang Widjojanto (BW) di kanal YouTubenya seperti dikutip, Senin (2/1/2023).
Menurut BW, upaya itu sangat tidak lazim, bahkan belum pernah terjadi selama KPK berdiri hingga saat ini.
"Kalau ini dilakukan maka satu, KPK sedang mencatatkan satu tindakan yang tidak lazim, tidak umum. Saya tidak berani menyebutnya sebagai kegilaan, walaupun ya sebagian kalangan menyebutnya seperti itu," ujarnya.
"Kenapa kegilaan? karena ini tidak pernah terjadi sebelumnya. Penetapan tersangka atau peningkatan status penyidikan tanpa penetapan tersangka. Dan kita tahu ini kasusnya, kasus Formula E, jadi kasus Formula menjadi sesuatu yang so spesial sekali," sambung BW.
Dia kemudian menyebut, tindakan sejumlah pimpinan KPK itu tergolong nekat. Bahkan, untuk memuluskan hal tersebut, ada upaya mengubah Perkom KPK.
"Dan yang lebih menarik, ada informasi yang menyebutkan bahwa peningkatan ini dilakukan atau peningkatan tahapan ini dilakukan. Mereka mencoba mengubah surat mengenai keputusan KPK. Jadi ada perkom-nya KPK akan diubah," beber BW.
BW menyebut jika hal itu nantinya terjadi, menjadi suatu tindakan yang sangat gila.
"Kalau Perkom KPK diubah, supaya kemudian ketentuan untuk meningkatkan tahapan pemeriksaan ini tanpa tersangka ini lebih gila betul," ucapnya.
"Maka kemudian, bagaimana mungkin untuk menempatkan Anies sebagai tersangka, kemudian perlu dibuat Perkom yang dirubah sedemikian rupa. Ini luar biasa sekali, dahsyat sekali. Kita sedang melakukan demonstrasi kejahatan, yang menurut sebagian kalangan pantas dikualifikasi tidak lazim," sambung BW lagi.
Lebih lanjut, BW menilai upaya itu bertentangan dengan Pasal 44 Ayat 2 Undang-Undang KPK Nomor 19 Tahun 2019. Pada pasal itu disebutkan untuk menetapkan tersangka, setidaknya harus memiliki dua alat bukti yang cukup.
"Jadi di situ, kata kuncinya adalah bisa, telah ditemukan sekurang-kurangnya dua alat bukti. Ketika ditemukan sekurang-kurangnya dua alat bukti, maka dipastikan sudah ada, siapa yang jadi tersangka? Bagaimana mungkin ditemukan, dinaikkan statusnya ke penyidikan tapi, kemudian tersangka belum ditemukan," jelasnya.