Ia memandang, kebijakan jalan berbayar atau electronic road pricing (ERP) di Jakarta justru akan memberatkan masyarakat. Ia juga meminta wacana tersebut untuk dibatalkan.
Beberapa pihak juga menyebut bahwa kebijakan tersebut tidak hanya memberatkan masyarakat yang mempunyai kendaraan, tetapi masyarakat yang tidak memiliki kendaraan.
Contohnya penumpang taksi daring yang harus menanggung biaya tambahan pada saat ia harus melewati jalur tersebut.
Kebijakan ini dinilai hanya memindahkan kemacetan ke jalan yang tidak berbayar.
Bahkan disebutkan bahwa selama ini sudah ada kebijakan ganjil-genap yang sudah diterapkan dan menurutnya kebijakan tersebut sudah sangat merepotkan masyarakat.
Terlebih apabila masyarakat saat ini harus kembali membayar pada saat melintas di 25 ruas jalan saat kebijakan jalan berbayar ini diterapkan.
Sebagai informasi, Dinas Perhubungan DKI Jakarta telah mengusulkan besarannya berkisar antara Rp 5.000 sampai dengan Rp 19.000 untuk sekali melintas.
Dalam Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Pengendalian Lalu Lintas Secara Elektronik (PPLE) dijelaskan bahwa kebijakan tersebut merupakan pembatasan kendaraan bermotor secara elektronik pada ruas jalan, kawasan, dan waktu tertentu.
Melihat dari adanya draf tersebut, ERP ini diketahui akan diberlakukan di 25 ruas jalan atau kawasan yang memenuhi kriteria.
Baca Juga: Proyek SJUT yang Digarap Jakpro dan Sarana Jaya Molor, Pemprov DKI Bakal Evaluasi
Kontributor : Syifa Khoerunnisa