Suara.com - Istilah 'relasi kuasa' kerap diutarakan sepanjang perjalanan kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Istilah tersebut kembali digunakan majelis hakim pada pertimbangan putusan vonis terhadap Ferdy Sambo dalam sidang di PN Jaksel, Senin (13/2/2023). Hakim menilai pengakuan Putri Candrawathi soal tuduhan pelecehan seksual yang dilakukan oleh Yosua alias Brigadir J tak mampu dibuktikan atas alasan relasi kuasa.
Majelis hakim menilai Putri dan Sambo memiliki relasi kuasa lebih kuat sehingga sangat kecil kemungkinan Yosua melakukan tindakkan pelecehan seksual.
"Dengan adanya ketergantungan relasi kuasa yang dimaksud, sangat kecil kemungkinannya kalau korban (Brigadir J) melakukan pelecehan seksual atau kekerasan seksual terhadap Putri Candrawathi," ucap Wahyu dalam persidangan.
Apa arti relasi kuasa?
Sering disinggungnya relasi kuasa tentu membuat publik bertanya-tanya, lantas apa sebenarnya maksud dari istilah tersebut.
Adapun untuk memahami relasi kuasa dalam konteks hukum dan peradilan, dapat merujuk Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan yang Berhadapan dengan Hukum.
Perma tersebut menjelaskan bahwa relasi kuasa dapat dipahami sebagai relasi yang bersifat hierarkis, ketidaksetaraan dan ketergantungan status sosial, budaya, pengetahuan atau pendidikan, dan ekonomi yang menimbulkan kekuasaan satu pihak terhadap pihak lain, tepatnya dalam konteks relasi antar gender sehingga merugikan pihak dengan posisi lebih rendah.
Sederhananya, relasi kuasa adalah penilaian terhadap kuasa seseorang dari aspek sosial dan fisik yang melihat apakah dirinya mampu untuk melakukan tindakan kriminal, seperti kekerasan seksual kepada orang lain.
Baca Juga: Hakim Ungkit Adanya Meeting of Mind Para Terdakwa untuk Membunuh Brigadir J
Berkaca dari penjelasan tersebut, hakim menjelaskan bahwa terjadi ketimpangan relasi kuasa yang condong lebih besar ke pihak Putri Candrawathi.