Komisi ini juga mengatakan dokumen yang tidak dimiliki Amerika sebagian besar karena belum diserahkan oleh polisi Indonesia dan Australia.
Sejauh ini penolakan permintaan agar semua dokumen yang berhubungan dengan kesaksian Iman Samudra telah membuat kesal Jim Hodes.
"Mereka sudah menahan klien kami selama 20 tahun namun mereka belum juga merampungkan data yang diperlukan kepada kami," kata Hodes.
"Data ini adalah sesuatu yang harusnya sudah siap ketika seseorang diajukan ke pengadilan. Sekarang sudah lebih dari dua tahun, dan mereka masih meminta waktu tambahan untuk memberikan data kepada kami yang berasal dari kejadian 20 tahun yang lalu."
Tim Hodes mengatakan bahwa tim penuntut baru menyerahkan satu laporan dari Polisi Federal Australia (AFP) yang berhubungan dengan hasil penelitian forensik bom Bali dan bukannya wawancara atau kesaksian dari mereka yang sudah dinyatakan bersalah.
Dia mengatakan tim pembela sudah mengajukan permintaan di Australia mengenai dokumen AFP lewat UU Kebebasan Informasi namun AFP juga menolak memberikan dokumen.
"Ketika kami memintanya berdasar UU Kebebasan Informasi, kami mendapat pemberitahuan bahwa ada begitu banyak dokumen terkait bom Bali, dan diperlukan waktu berbulan-bulan untuk mengumpulkan dokumen tersebut bagi kami," kata Hodes.
"Jadi mereka meminta kami agar mempersempit permintaan dan itulah yang kami lakukan.
"Fakta bahwa baik pemerintah AS dan tim penuntut mengatakan kepada kami bahwa mereka tidak memiliki dokumen apa pun kecuali satu laporan adalah hal yang aneh."
Baca Juga: Densus 88 Antiteror Kontak Senjata Terduga Teroris di Hutan Lampung: Ahli Senjata dan Tokoh
Tim Hodes mengatakan permintaan tim pembela untuk mendapatkan kesaksian atau dokumen yang dimiliki oleh pemerintah Amerika Serikat - termasuk dokumen dari AFP- merupakan enam masalah utama yang akan dipertimbangkan dalam sidang pra-peradilan minggu ini.
"Kami tahu ada sejumlah besar polisi Australia yang dikirim ke Indonesia untuk membantu penyelidikan," katanya.
"Saya berharap kami akan segera bisa melihat laporan tersebut."
Pengakuan Hambali dikirim ke FBI
Ansyad Mbai adalah mantan kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Indonesia dan mengatakan bahwa Hambali sudah mengakui kepada tim penyidik ketika dia ditangkap dan polisi kemudian menyerahkan juga kesaksian tersebut kepada FBI.
"Perannnya sangat besar, dia bukan saja dalang utama, dia yang melakukan eksekusi rencana yang ada, dan dia memberikan dana dari Al-Qaeda sehingga perannya begitu besar, tentu saja dia bersalah," kata Mbai.