Suara.com - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menegur saksi Jamal Rizki yang merupakan konsultan hukum dari pihak swasta proyek pembanguan BTS 4G Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).
Jamal dihadirkan sebagai saksi untuk tiga terdakwa mantan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate, eks Direktur Utama (Dirut) Bakti Anang Achmad Latif, dan eks Tenaga Ahli Human Development (HUDEV) Universitas Indonesia Yohan Suryanto.
Hakim Ketua Fahzal Hendri, awalnya menanyakan perbedaan antara perdirut dengan perpres, dan ada aturan lainnya dalam proyek BTS 4G. Aturan pada proyek ini menjadi persoalan karena dinilai sengaja dirancang untuk memenangkan konsorsium tertentu.
"Memang saat awal, kami nyusun rancangan kami susun secara general. Jadi saat itu isunya, BAKTI sudah mempunyai Perdirut 42 tahun 2017 tapi ruang lingkupnya tidak termasuk rupiah murni atau APBN," jawab Jamal pada persidangan yang digelar pada Selasa (8/8/2023).
"Perdirut apa?" tanya Hakim Ketua kembali.
"Awal, kami susun di memang rancangan perdirut-nya umum. Jadi umum itu tidak spesifik BTS yang membuat pemilihan ini tender, E katalog dan lain-lain. Saat sekitar Agustus 2020 saat rapat dengan beberapa Dirut Bakti memang diharapkan perdirut menjadi khusus ke BTS," jelasnya.
Perdirut yang dijadikan dasar aturan proyek BTS 4G diadopsi dari Perpres.
Aturan tersebut menjadi acuan saat pelelangan tender BTS 4G. Setidaknya pada proyek ini hanya terdapat tiga konsorsium.
Pertama, konsorsium Fiber Home PT Telkominfra, dan PT Multi Trans Data (PT.MTD) untuk paket 1 dan 2. Kedua, konsorsium Lintas Arta, Huawei dan SEI untuk Paket 3. Ketiga, konsorsium IBS dan ZTE Paket 4, 5.
Baca Juga: Terungkap Di Persidangan, Maksud 'Keep Silent' Di Perkara Korupsi BTS 4G
"Jadi sekitar 8 Oktober diundang untuk mendengar presentasi dari konsultan lelang ada Arsenar sama Bu Anggi (konsultan). Di sana untuk mendengarkan apa saja persyaratan prakualifikasi tahapan lelang yang akan diadopsi saat itu. Akhirnya, sebelum rapat ditutup diperintahkan oleh Ahmad Anang Latif untuk seluruh tahapan tersebut dimasukkan ke tahapan Perdirut termasuk persyaratan khusus yang tadi," kata Jamal.
Hakim ketua lantas bertanya, Anang sebagai direktur utama Bakti Kominfo, apakah boleh membuat aturan tersebut.
"Boleh," jawab Jamal.
"Asalkan apa?" tanya Hakim Ketua.
"Asalkan tidak bertentangan."
Mendapat jawaban itu, Hakim Ketua lalu merespons dengan kesal. Dia menilai aturan yang dibuat hanya menguntung peserta lelang tertentu.
"Asalkan tidak bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi? Tadinya kan diadopsi oleh perpres, loh kenapa bikin yang lain lagi. Mentang-mentang khusus, kita kangkangi Perpes. Itu namanya menciutkan peserta, harus kompetitif loh pak, jadi perusahaan-perusahaan yg diarahkan dari awal lah yang dapat," kata hakim ketua.
"Masuk lah dia lulus di prakualifikasi. Lelang pun itu juga, mau apa kalian!? Mau apa lagi, percuma kalian konsultan, abisin uang negara saja kalian itu," ujar Hakim Ketua dengan nada kesal.