Suara.com - Analis Politik sekaligus Direktur Eksekutif Voxpol Center Research & Consulting Pangi Syarwi Chaniago menilai pemanggilan yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Ketua Umum DPP PKB Muhaimin Iskandar alias Cak Imin bakal dianggap publik sebagai politisasi hukum.
Menurutnya, adanya hal tersebut akan memunculkan persepsi penggunaan perangkat hukum sebagai alat untuk menjegal lawan politik.
Awalnya ia menyampaikan, KPK bersikeras bahwa pemanggilan Cak Imin murni tindakan hukum biasa dan tidak ada unsur politik di dalamnya.
Namun, bagi banyak pihak, logika sederhana mengungkapkan sejumlah pertanyaan yang memerlukan jawaban.
"Jika memang ada alasan yang kuat untuk memprosesnya sekarang, mengapa tidak dilakukan lebih awal? Saya rasa wajar masyarakat mencium ada aroma amis dalam agenda penegakan hukum kita," kata Pangi kepada wartawan, Kamis (7/9/2023).
Ia mengatakan, pemanggilan Cak Imin oleh KPK, meskipun sebagai saksi, di tengah-tengah deklarasi maju dalam Pilpres 2024, akan dianggap oleh banyak pihak sebagai politisasi hukum.
"Penggunaan perangkat hukum sebagai alat untuk menjegal lawan politik. Persepsi ini tidak dapat diabaikan, karena dapat membahayakan integritas penegakan hukum dalam negara Pancasila," ungkapnya.
Namun, Pangi berpandangan bahwa dirinya tak mengetahui ujungnya sampai mana terkait kasus Cak Imin tersebut.
Menurutnya, dari apa yang terjadi tersebut hanya soal persepsi dan asumsi yang ditanamkan di benak publik, bagaimana cara menstempel bahwa pasangan Anies tidak bersih.
Baca Juga: Selain Periksa Cak Imin Terkait Kasus Korupsi di Kemnaker, KPK juga Geledah Rumah di Bali
"Ujungnya nanti juga akan punya korelasi linear terhadap racikan elektoral capres-cawapres, jadi ujungnya hanya desain soal pasangan capres-cawapres yang di cap tidak bersih," ujarnya.
Adapun Pangi memaparkan temuan data terbaru dari Voxpol Center Research and Consulting menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat atau sebanyak 53,4 persen percaya bahwa hukum seringkali digunakan sebagai alat untuk menjegal kandidat tertentu atau lawan politik.
"Persepsi semacam ini semakin mempercepat merusak kepercayaan (level confidance) masyarakat terhadap lembaga penegak hukum, yang pada gilirannya dapat mengganggu stabilitas dan keadilan dalam masyarakat," katanya.
Voxpol Center Research and Consulting menyelenggarakan survei pada 24 Juli-02 Agustus 2023 dengan menggunakan metode multistage random sampling. Jumlah sampel dalam survei adalah 1.200 dengan toleransi kesalahan (margin of error) sebesar ± 2,83%.
Survei ini menjangkau 34 provinsi secara proporsional berdasarkan data Daftar pemilih Tetap (DPT) pemilu 2024. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara secara mendalam secara tatap muka (face to face) oleh surveyor yang sudah terlatih.
Terakhir Pangi menyampaikan, penting bagi KPK dan pihak berwenang untuk tidak hanya menjalankan tugas mereka sesuai dengan aturan hukum, tetapi juga memperhatikan konteks dan persepsi publik.