
Jumlah DPT disabilitas pada Pemilu 2024 terbilang lebih tinggi dibandingkan pada Pemilu 2019. Tercatat ada sebanyak 11.445 pemilih disabilitas pada Pemilu 2019 di DIY. Pemilh disabilitas terbanyak berada di Kabupaten Sleman sebanyak 2.963 pemilih, Kabupaten Gunungkidul 2.518 pemilih, Kabupaten Kulon Progo 2.293 pemilih, Kabupaten Bantul 1.974 pemilih dan Kota Yogyakarta 1.697 pemilih. Walaupun jumlah DPT pemilih disabilitas pada Pemilu 2019 lebih rendah dibandingkan Pemilu 2024, namun angka partisipasinya justru lebih tinggi, yakni sebesar 40 persen atau 4.550 pemilih disabilitas yang terdaftar di DPT dan menggunakan hak pilihnya.
Ketua Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, Partisipasi Masyarakat dan SDM KPU DIY, Sri Surani mengatakan, tingkat partisipasi rendah dari pemilih disabilitas di Pemilu 2024 menjadi catatan penting agar bisa diperbaiki di Pilkada 2024. Ia memerinci beberapa persoalan yang ditemui di lapangan terkait pemilih disabilitas, dimulai dari awal pendataan pemilih disabilitas yang diakuinya memang belum maksimal.
Rani mendapatkan laporan dari komunitas disabilitas terkait banyaknya disabilitas yang masuk dalam daftar pemilih non disabilitas. Hal ini disebabkan pada tahap awal pendaftaran, Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (Pantarlih) belum benar-benar memilah dengan tepat mana pemilih umum dan disabilitas sesuai ragamnya. Oleh karena itu, Rani meminta bantuan kepada komunitas disabilitas dan juga masyarakat umum untuk ikut membantu memberikan data dan menyampaikan situasi yang sebenarnya terkait dengan kondisi disabilitas di dalam keluarga masing-masing.
"Ini catatan berharga bagi kami untuk memperbaiki layanan. Pemahaman Pantarlih jadi penting karena tahap pendaftaran jadi kunci utama disabilitas bisa menggunakan hak pilih," ujar Rani saat dihubungi.

Selain itu, masih banyak ditemui individu disabilitas yang belum memiliki KTP, khususnya disabilitas mental yang memiliki perbedaan umur kalender dengan umur mentalnya. Pemahaman masyarakat dalam memandang individu disabilitas juga menjadi persoalan. Masih banyak keluarga yang malu apabila memiliki anggota keluarga disabilitas sehingga mereka cenderung menyembunyikannya.
Dari sisi akesibiltas TPS, Rani menilai penyediaan TPS yang ramah disabilitas sudah jauh lebih baik dibandingkan dengan Pemilu sebelumnya. Meski demikian, ia mengakui menemui beberapa kendala untuk mewujudkan TPS yang benar-benar aksesibel untuk disabilitas. Untuk wilayah perkotaan, timnya kesulitan mencari lahan yang cukup luas untuk dijadikan sebagai TPS, sementara di daerah pedesaan juga mengalami tantangan karena kondisi geografi wilayah cenderung perbukitan atau pegunungan.
Untuk menyiasatinya, Rani sudah memberikan instruksi kepada KPU tingkat kota dan kabupaten untuk menyoroti TPS dengan pemilih disabilitas. Nantinya KPU provinsi akan melakukan pemantauan terhadap TPS tersebut untuk menjamin aksesibilitas bagi pemilih disabilitas. Pemahaman petugas TPS terkait kebutuhan masing-masing ragam disabilitas juga menjadi kunci penting memberikan pelayanan maksimal bagi pemilih disabilitas. Cara interaksi antara petugas dengan disabilitas akan menentukan pelayanan di TPS. KPU DIY telah merancang panduan khusus bagaimana cara petugas beriteraksi dengan pemilih disabilitas sesuai ragamnya, termasuk cara menggunakan template braille untuk pemilih disabilitas. Sehingga meskipun tidak ada kode disabilitas pada daftar DPT yang ditempel di TPS, ketika petugas sudah memahami betul daftar DPT yang dilaporkan dari Pantarlih maka miskomunikasi data bisa diminimalisir.
"Itu yang akan kami lakukan. Ibaratnya kalau orang Jawa sebagai bayar dosa di Pemilu 2024," imbuhnya.

Belum Ramah Disabilitas
Direktur Eksekutif Perludem, Khoirunnisa Nur Agustyati menilai Pemilu di Indonesia masih belum bisa dikatakan sebagai Pemilu ramah disabilitas. Meskipun penyelenggara Pemilu telah mendeklarasikan Pemilu 2024 fokus inklusivitas, namun realita di lapangan masih ada kelompok disabilitas yang belum memiliki akses penuh untuk bisa memilih. Misalnya disabilitas mental, mereka masih menghadapi stigma masyarakat yang menilai disabilitas mental sama seperti orang gila. Padahal, spektrum disabilitas sangat luas.
"Ini terjadi di Pemilu 2019 dan 2024 yang mengakibatkan adanya diskriminasi terhadap kelompok disabilitas," ujar Khoirunnisa.