Kenapa Pembahasan RUU TNI Digelar di Hotel Mewah? Anggota DPR: It's Not My Business

Sabtu, 15 Maret 2025 | 11:43 WIB
Kenapa Pembahasan RUU TNI Digelar di Hotel Mewah? Anggota DPR: It's Not My Business
Rapat Panja Revisi Undang-undang (RUU) TNI antara Komisi I DPR dengan pemerintah berlangsung tertutup di salah satu ruangan Hotel Fairmont, Jakarta pada Sabtu (15/3/2025). [Suara.com/Dea]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Anggota Komisi I DPR Fraksi PDIP TB Hasanuddin enggan mengungkapkan alasan pihaknya menggelar Rapat Panja Revisi Undang-undang (RUU) TNI di hotel mewah yang berada di kawasan Senayan, bukan di Kompleks Parlemen Senayan.

Dia menilai bahwa pertanyaan tentang alasan rapat tersebut digelar di Hotel Fairmount Jakarta seharusnya disampaikan kepada Sekretaris Jenderal DPR RI.

"Itu tanya kepada sekjen kenapa di sini, kenapa tidak di MPR, atau misalnya di tempat lain. Itu it's not my bussiness," kata TB di Fairmount Hotel Jakarta, Sabtu (15/3/2025).

Sebelumnya, Komisi I DPR RI, khususnya Anggota Panja bersama dengan pemerintah menggelar rapat diam-diam membahas Revisi Undang-undang (RUU) TNI.

Ironisnya, pembahasan bertajuk konsinyering itu digelar di sebuah hotel mewah, yakni Hotel Fairmont Jakarta, di saat kebijakan efisiensi diberlakukan untuk semua lini.

Hal itu terungkap dari informasi yang disampaikan oleh Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (Kontras) yang mendapatkan susunan agenda konsinyering tersebut.

Menurut teman-teman Kontras tersebut rapat itu digelar dari Jumat (14/3/2025) siang hingga Sabtu (15/3/2025).

"Lokasinya di hotel Fairmount. Acara hari ini (Jumat) dan besok (Sabtu)," kata Koordinator Kontras, Dimas Bagus Arya Saputra kepada Suara.com, Jumat (14/3/2025).

Dilihat Suara.com dari susunan agenda Konsinyering Rapat Panja tentang Revisi UU TNI ini pada hari pertama berlangsung mulai jam 13.30 WIB di Ballroom Ground Floor Hotel Fairmont.

Baca Juga: Rapat Panja RUU TNI Dikebut di Hotel Mewah, Ternyata Sudah Bahas 40 Persen DIM

Sementara untuk Sabtu, Rapat Panja RUU TNI dimulai jam 10.00 WIB hingga jam 22.00 WIB di Ruang Rapat Ruby Meeting Room 3rd Floor di tempat yang sama.

Dimas menduga ada hal di balik konsinyering tersebut yakni untuk mempercepat pengesahan RUU TNI.

"Pertama, ya kami dari awal itu ketika kemudian surpres dengan nomor R12/ pres/ 2/2025 itu kemudian masuk ke meja DPR RI. Kami sudah menduga akan ada proses pembahasan yang akseleratif gitu ya, akan dipercepat gitu," katanya.

Intensitas Tinggi

Selain itu, ia mengaku mendapat informasi bahwa konsinyering tersebut dilakukan dengan intensitas tinggi dan terburu-buru karena ingin segera mengesahkan RUU kontroversial tersebut.

"Informasi yang kami dapatkan gitu ya, mereka akan mau mengesahkan RUU TNI ini dalam paripurna gitu ya. Yang mungkin nanti akan dilakukan di tanggal 20 Maret 2025," ujar Dimas.

Menurutnya, semua itu mencerminkan bahwa proses pembentukan perundangan-undangan yang serampangan kemudian terlalu terburu-buru.

"Tanpa kemudian memperhatikan asas partisipasi publik yang bermakna, itu terutama. Karena kami juga sadar sebenarnya, meskipun Komisi I sudah menggelar RDPU dan melakukan pendapat dengan berbagai macam pihak, tapi kami rasa ada banyak catatan-catatan yang harus juga didiskusikan di antara fraksi-fraksi dalam komisi gitu ya," katanya.

Ketua Komisi I DPR Utut Adianto. (Suara.com/Bagaskara)
Ketua Komisi I DPR Utut Adianto. (Suara.com/Bagaskara)

Sementara itu, Ketua Komisi I Utut Adianto mengatakan ada sejumlah persoalan paling krusial dalam pembahasan RUU TNI, yakni kedudukan TNI dan hubungannya dengan Kemhan. 

Ia kemudian menjelaskan sejumlah kluster di dalam UU TNI yang dibahas pada Jumat malam.

"Itu tiga yang kita bahas. Kan undang-undang yang existing ini terdiri dari 11 bab 78 pasal. Kalau kita klaster ada 11, mulai dari ini jati diri, kedudukan, dan sebagainya," ujar Utut di Hotel Fairmont Jakarta.

Selain itu, Utut menjelaskan pasal yang juga krusial untuk dibahas yakni mengenai penambahan batas usia pensiun TNI aktif yang telah dilakukan simulasi karena dianggap berkaitan dengan kekuatan keuangan negara.

"Kalau dosen boleh sampai 60 (tahun), hakim agung boleh sampai 70 (tahun). Semuanya sudah itu. Tetapi kita semua gradual dan juga tidak membebani keuangan negara," ujar Utut.

Meski begitu, Utut memertanyakan kemungkinan persoalan pembatasan usia yang akan berpengaruh pada keuangan negara.

"Apakah akan terbebani? TNI itu dari angkatan darat, laut, dan udara jumlah totalnya kan sekitar 460-an ribu," katanya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI