Menyikapi kondisi yang semakin memprihatinkan ini, lanjut Deddy, PHRI akan mengumpulkan data-data okupansi yang lebih valid pasca lebaran nanti.
Dari data tersebut akan dirapatkan untuk langkah-langkah selanjutnya karena biaya operasional hotel dihitung per 30 hari setiap bulannya.
Sebab meski PHRI sudah meminta adanya relaksasi pajak ke pemerintah pusat maupun daerah agar sektor perhotelan tidak semakin terpuruk pasca efisiensi anggaran, tuntutan tersebut tak juga mendapatkan tanggapan dari pengambil kebijakan.
"Belum ada tanggapan dan perhatian sama sekali dari pemerintah [terkait tuntutan relaksasi pajak]," jelasnya.
Deddy berharap, pemerintah bisa lebih melonggarkan kebijakan di tengah efisiensi anggaran.
Pemerintah mestinya melonggarkan kran kunjungan kerja dan MICE hingga 50 persen agar sektor pariwisata dan hotel di Yogyakarta maupun di wilayah lain tidak semakin pailit dan pada akhirnya terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karyawannya.
Deddy juga berharap pemerintah pusat meninjau ulang kebijakan Inpres nomor 1/2025 tentang efisiensi anggaran.
Begitu pula Pemprov Jabar, Banten dan DKI Jakarta yang diharapkan bisa mengkaji ulang larangan study tour sekolah.
"Tidak seperti saat ini 0 persen untuk MICE dan kunjungan kerja," tandasnya.
Baca Juga: Usai Jurnalis Tewas di Hotel, Kini Mayat Wanita Bercelana Doraemon Ngambang di Kali Cengkareng