Suara.com - Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menilai Mahkamah Agung (MA) harus terbuka dengan pengawasan yang dilakukan Komisi Yudisial (KY) untuk mencegah penerimaan suap oleh hakim dalam penanganan kasus.
Hal ini disampaikan Boyamin Saiman sekaligus untuk merespons maraknya kasus dugaan suap yang menjerat para hakim mulai dari kasus dugaan suap di lingkungan MA yang menjerat eks Sekretaris MA Hasbi Hasan dan Nurhadi hingga kasus dugaan suap dalam vonis bebas Gregorius Ronald Tannur dalam perkara dugaan pembunuhan Dini Sera yang menjerat tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya.
Kasus suap hakim yang paling baru adalah dugaan suap pada vonis lepas dalam dugaan tindak pidana korupsi ekspor minyak mentah atau CPO dengan terdakwa korporasi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat.
“Mahkamah Agung harus membuka diri selebar-lebarnya terhadap Komisi Yudisial,” kata Boyamin kepada Suara.com, Selasa (15/4/2025).
Sebab, Boyamin menegaskan bahwa KY merupakan lembaga yang diamanatkan oleh UUD 1945 untuk mengawasi MA, termasuk memastikan independensi MA dalam menegakkan keadilan.
“Sebenarnya KY itu sebelum 2009 bagus karena membuat kode etik secara bersama, tapi setelah 2009 dibatalkan sepihak sehingga kemudian KY hanya bisa mengawasi dari kode etik, dari perilaku. Perilaku seperti tentang zina, selingkuh, judi, mabuk, pakai narkoba, begitu-begitu saja gitu,” tutur Boyamin.
Dengan begitu, penanganan perkara yang diduga dipengaruhi oleh permainan uang sulit untuk ditangani KY. Terlebih, hakim idealnya independen sehingga putusannya tidak bisa diganggu gugat.
“Maka Mahkamah Agung harus membuka diri terhadap Komisi Yudisial untuk menilai, mengaudit keseluruhan. Bukan hanya perilaku tapi putusan-putusan dan ada dugaan-dugaan penyimpangan ya harus didalami bersama-sama gitu,” tegas Boyamin.
Dia juga menegaskan MA harus membuka diri, bukan hanya beralasan sudah adanya Badan Pengawas (Bawas). Pasalnya, hal itu justru dinilai sebagai sikap MA yang menutup diri dan tidak ingin berbenah.
Baca Juga: Marak Hakim Kena Kasus Suap, MAKI Sebut Pengawasan MA Masih Buruk
“Lembaga-lembaga lain yang sudah, menurut saya, apapun pro kontranya kepolisian, juga kejaksaan, juga KPK, juga DPR, juga TNI itu kan apapun sudah berusaha membuka diri terhadap kritik masyarakat,” katanya.
“Nah, Mahkamah Agung belum menurut saya loh ya. Jadi ya harus membuka diri terhadap Komisi Yudisial,” tandas dia.
Dalam kasus terbaru, Kejaksaan Agung kembali menetapkan 3 tersangka kasus tindak pidana suap terkait putusan vonis lepas atau ontslag dalam dugaan tindak pidana korupsi ekspor minyak mentah atau CPO dengan terdakwa korporasi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat.
Adapun ketiga orang tersangka kali ini yakni Djumyanto selaku Ketua Majelis Hakim yang saat itu memimpin jalannya persidangan. Kemudian, dua orang majelis hakim yakni Agam Syarif Baharuddin, dan Ali Muhtarom.
Direktur Penyidikan pada Jampidsus Abdul Qohar mengatakan, ketiga hakim tersebut terbukti menerima uang untuk penanganan perkara korupsi yang sedang ditangani di Pengadilan Jakarta Pusat.
“ABS, selaku hakim pada pengadilan negeri Jakarta Pusat. AM dan DJU yang bersangkutan hakim hakim Pengadilan Negeri Jaksel. Yang saat itu yang bersangkutan menjadi ketua majelis hakim,” kata Abdul Qohar, di Kejaksaan Agung, Senin (14/3/2025) dini hari.