Konsep tanazul dalam ibadah haji ini mengatur agar jemaah tetap menjalankan kewajiban mabit di Mina sesuai syariat, namun dengan pola yang lebih fleksibel.
Jemaah akan kembali ke Mina pada malam hari, menginap setidaknya hingga melewati tengah malam (mu’dzamul lail), lalu melontar jumrah, dan kembali ke hotel. Proses ini dilakukan berulang selama hari-hari tasyrik.
Mengutip buku The Journey to Arafah: Kisah Perjalanan Spiritual karya H. Wahyudi, skema ini dirancang untuk mengurangi tekanan di tenda Mina yang selama ini dikenal sangat padat dan tidak selalu ramah bagi jemaah lansia maupun penyandang disabilitas.
Dengan kapasitas tenda terbatas dan cuaca ekstrem di Mina, banyak jemaah yang mengalami gangguan kesehatan seperti dehidrasi, sesak napas, hingga heatstroke.
Menteri Agama Nasaruddin Umar menegaskan bahwa skema tanazul 2024 diprioritaskan untuk jemaah lanjut usia dan penyandang disabilitas.
Artinya, skema ini bersifat opsional dan tidak diberlakukan untuk seluruh jemaah. Namun, bagi mereka yang memanfaatkan fasilitas ini, pengaturan waktu dan jadwal tetap disesuaikan agar tidak melanggar ketentuan ibadah.
Penerapan kedua skema ini juga sejalan dengan kebijakan pemerintah Arab Saudi yang terus memperbaiki infrastruktur dan sistem pergerakan jemaah.
Dengan jumlah jemaah yang terus meningkat setiap tahun, efisiensi mobilisasi menjadi kunci keberhasilan penyelenggaraan haji.
Tahun ini, Arab Saudi menerima lebih dari 1,8 juta jemaah dari seluruh dunia, termasuk lebih dari 241 ribu jemaah asal Indonesia.