Sementara itu, mengenai perdebatan Pemilu dengan sistem proporsional terbuka atau tertutup, Titi memiliki usulan alternatif.
"Daripada kita ribut terus soal tarik menarik, apakah tertutup terbuka, kenapa kota tidak ambil jalan tengah? Yaitu sistem Pemilu campuran," papar Titi Anggraini.
"Kelembagaan partai juga kuat, tapi pemilih juga dekat dengan wakilnya," sambung Titi.
Desak DPR
Sebelumnya peneliti Perludem Fadli Ramadhanil mendesak DPR RI segera memulai pembahasan RUU Pemilu. Hal ini perlu dilakukan agar pelaksanaan pesta demokrasi berikutnya bisa berjalan lebih baik.
Fadli Ramadhanil mengatakan, tahapan Pemilu biasanya sudah mulai dua tahun sebelum hari pemungutan suara. Karena itu, pembahasan untuk gelaran 2029 seharusnya dilaksanakan tahun ini.
"Kalau kita tarik pengalaman pemilu 2024 ke pemilu 2019, tahapan pemilu itu sudah dimulai 20 bulan sebelum hari pemungutan suara. Kalau pemilunya misalnya akan dilaksanakan di trimester pertama 2029, maka di 2027 tahapan pemilu itu sudah mulai," ujar Fadil dalam diskusi di Jakarta Selatan, Senin (28/4/2025).
Untuk bisa memulai tahapan Pemilu secara profesional, jujur, dan adil, Fadil menyebut hal paling penting untuk dirampungkan adalah kerangka hukumnya.
![Rapat Paripurna DPR RI [Antara]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2024/03/05/40120-rpat-paripurna-dpr-ilustrasi-dpr.jpg)
"Kerangka hukum pemilu ini dalam konteks di kami tentu saja undang-undang pemilu dan undang-undang Pilkada," jelasnya.
Baca Juga: Suap Hakim Demi Bebaskan Putranya, Ibunda Ronald Tannur Pede Ngaku Tak Bersalah
Berkaca dari Pemilu 2019 misalnya, Fadil menuebut telah terjadi banyak peesoalan. Mulai dari masalah penyelenggara, sistem Pemilu dan pendekatan hukum yang mengakibatkan Pemilu tidak jujur.
"Bahkan persoalan itu kembali terulang di penyelenggaran pemilu 2024 bahkan cenderung lebih parah. Ada kasus manipulasi verifikasi parpol misalnya di pemilu 2024 yang tidak ada penyelesaian, tidak ada pertanyaan jawaban," ucapnya.
"Ada banyak sekali praktik kecurangan yang terjadi dalam proses kampanye Pilpres. Itu bagaimana persoalan itu tidak mampu disikapi secara baik oleh kerangka hukum pemilu" lanjutnya menambahkan.
Berdasarkan pengalaman dua Pemilu terakhir, DPRdan Pemerintah saat ini harusnya melakukan konsolidasi kerangka hukum Pemilu lebih awal. Sehingga, masih ada waktu untuk melibatkan sebanyak mungkin stakeholder yang berkaitan Pemilu.
"Mulai dari partai politiknya, tidak hanya partai politik yang ada di parlemen, tapi juga partai politik baru, partai politik yang ada di luar parlemen, kelompok civil society, media, kampus, dan banyak sekali kelompok yang mestinya didengar dan dilibatkan dalam proses pembahasan undang-undang pemilu," ucap Fadil.
Jika pembahasan bisa dilakukan lebih awal, Fadil meyakini kerangka hukum Pemilu yang disusun akan bisa menjadi jawaban atas berbagai persoalan Pemilu. Hal ini juga menjadi warisan penting dari pemerintahan era Presiden Prabowo Subianto.