Suara.com - Komisi XIII DPR RI menyoroti alokasi anggaran Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang hanya senilai Rp17 miliar tahun anggaran 2025. Anggaran itu terlalu kecil dan tidak sebanding dengan tugas perlindungan hak anak secara nasional.
“Dari Rp17 miliar itu, Rp10 miliar habis untuk gaji pegawai. Artinya hanya Rp7 miliar yang digunakan untuk program perlindungan anak di seluruh Indonesia. Ini sangat tidak memadai,” kata Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI Sugiat Santoso saat memimpin rapat audiensi dengan KPAI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (26/5/2025).
Meski bukan mitra kerja langsung, Komisi XIII menyatakan dukungan moral terhadap penguatan fungsi dan anggaran KPAI. Sugiat menjelaskan, secara prosedural, KPAI merupakan mitra dari Komisi VIII DPR RI karena berada di bawah Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
“Kami tidak bisa intervensi secara administratif, tapi secara moral kami dukung penuh agar KPAI mendapatkan tambahan anggaran dari Komisi VIII,” ujarnya sebagaimana dilansir Antara.
Ia juga menyampaikan kritik terhadap ketimpangan alokasi anggaran di tingkat nasional. Menurut dia, dinas-dinas di tingkat kabupaten/kota memiliki anggaran yang lebih besar untuk program-program perlindungan, meski hanya berskala lokal.
“Ini miris. Bagaimana KPAI bisa melindungi anak-anak dari Sabang sampai Merauke kalau anggarannya kalah dari kesbangpol di daerah?,” katanya.
Dia mengusulkan supaya ke depan KPAI bisa menjadi bagian dari mitra Komisi XIII agar kerja advokasi dan penguatan kelembagaan dapat lebih optimal, termasuk dalam mengawal program di daerah.
Hal ini merupakan salah satu solusi yang ditawarkan Sugiat terkait tingginya pelaporan kasus dugaan kekerasan terhadap anak dan penyelesaiannya dinilai lamban.
Berdasarkan pemaparan KPAI saat audiensi tersebut dilaporkan pada medio 2022-2023 ada sebanyak 7.405 anak menjadi korban kekerasan (seksual, perdagangan orang, kekerasan dalam rumah tangga). Sebanyak 51,9 persen di antaranya adalah anak perempuan usia 9-17 tahun yang menjadi korban kekerasan.
Baca Juga: Heboh Pengantin Anak di Lombok Tengah, KPAI Desak Ortu Kedua Mempelai Dihukum: Harus Disanksi Tegas!
“Kalau memang tidak maksimal pindahkan saja ke Komisi XIII. Kami siap bantu secara kelembagaan,” ungkap Sugiat, seraya menyampaikan harapan agar Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto memberi perhatian serius terhadap pembangunan anak sebagai bagian dari visi Indonesia Emas.
Inisiasi Omnibus Law Perlindungan Anak
Di sisi lain, Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI Sugiat Santoso juga menyampaikan rencana komisinya untuk menginisiasi rancangan omnibus law yang fokus pada penguatan perlindungan hak asasi manusia (HAM), termasuk perlindungan anak.
“Kami ingin semua lembaga negara yang bergerak di bidang hak asasi manusia bisa bersinergi, tidak kerja sendiri-sendiri,” kata Sugiat saat memimpin rapat audiensi bersama para pimpinan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin.
Ia menyebut rancangan regulasi itu akan melibatkan Kementerian Hukum dan Kementerian HAM, Komnas HAM, Komnas Perempuan, LPSK, KPAI, dan lembaga lainnya dalam satu kluster hukum yang saling terintegrasi.
Menurut Sugiat, saat ini masih terjadi ego sektoral dalam penanganan pelanggaran hak asasi, di mana tiap lembaga bekerja sendiri tanpa koordinasi, sehingga korban kerap tidak mendapatkan keadilan maksimal.
“Kasus pelanggaran HAM seperti OCI yang sudah 28 tahun belum tuntas, atau kasus pedofilia yang belum diproses maksimal, itu butuh intervensi terkoordinasi,” tegasnya.
Dalam kesempatan itu, Komisi XIII juga meminta KPAI menyampaikan data kasus-kasus sensitif yang memerlukan kolaborasi lintas sektor, termasuk jika diperlukan kehadiran korban dalam rapat dengar pendapat di DPR sehingga bisa segera ditindaklanjuti penyelesaiannya.
Hal ini merupakan salah satu solusi yang ditawarkan Sugiat terkait tingginya pelaporan kasus dugaan kekerasan terhadap anak.
KPAI melaporkan pada medio 2022-2023 sebanyak 7.405 anak menjadi korban kekerasan (seksual, perdagangan orang - kekerasan dalam rumah tangga), 51,9 persen di antaranya anak perempuan usia 9-17 tahun.
Ia menekankan bahwa semua isu pelaporan menjadi sangat penting untuk ditindaklanjuti secara menyeluruh dengan payung hukum yang lebih kuat dan mengikat, menyusul belakangan ini banyak pelaku pelanggaran terhadap anak adalah oknum aparat negara, baik di pusat maupun daerah, termasuk aparat penegak hukum dan korporasi.
“Jadi kalau berjalan sendiri-sendiri, kita sulit menang. Karena yang kita hadapi adalah oknum yang punya kekuasaan,” ujarnya.
Komisi XIII juga siap mendukung perda-perda turunan di provinsi dan kabupaten-kota agar lebih pro terhadap perlindungan anak, selama ada data konkret yang bisa ditindaklanjuti.
“Kami akan bantu sampaikan ke kepala daerah, apalagi kami punya jaringan. Tapi penguatan kelembagaan KPAI tetap harus diperjuangkan di Komisi VIII,” katanya.